Jakarta (ANTARA) - Sejumlah organisasi masyarakat sipil (CSO) dan kolaborator gerakan Pawai Bebas Plastik 2021 menyurati delapan pejabat eksekutif tertinggi (CEO) e-commerce dan marketplace meminta mereka tidak menggunakan plastik sekali pakai.
“Kami sejujurnya sangat berterima kasih atas layanan e-commerce delivery yang sangat membantu berjalannya program di berbagai daerah di masa pandemi. Namun, opsi pengemasan yang bebas dari plastik sekali pakai belum disediakan secara masif sehingga membuat kami terpaksa tidak bisa menjaga laut dari sampah rumah tangga,” kata pendiri Divers Clean Action Swietenia Puspa dalam rilis yang diterima di Jakarta, Jumat.
Berdasarkan studi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) 2020, sampah plastik dari belanja daring meningkat sebesar 96 persen selama masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Hal itu bisa terjadi karena adanya peningkatan transaksi sebesar 62 persen pada sektor wadah belanja daring (marketplace) dan 47 persen pada sektor jasa antar makanan.
Karena itu, ia mengatakan lebih dari 100 kolaborator gerakan Pawai Bebas Plastik 2021 melayangkan surat terbuka kepada CEO Tokopedia William Tanuwijaya, CEO Shopee Indonesia Chris Feng, CEO Bukalapak Muhammad Rachmat Kaimuddin, CEO Lazada Indonesia Chun Li, CEO Blibli.com Kusumo Martanto, CEO Zalora Indonesia Anthony Fung, Co-CEO Gojek Andre Soelistyo dan Kevin Aluwi, serta President Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata pada Kamis (22/7).
Lewat surat terbuka itu, ia mengatakan mereka ingin mendorong pelaku usaha perdagangan elektronik (e-commerce) dan marketplace untuk benar-benar mewujudkan gaya hidup tanpa plastik sekali pakai di masyarakat.
Melalui Pawai Bebas Plastik, mereka fokus mendorong penurunan konsumsi plastik sekali pakai khusus pada aktivitas perdagangan elektronik sekaligus menjaring lebih banyak dukungan masyarakat untuk terlibat aktif dalam proses perubahan sosial.
“Opsi untuk meminta tidak menggunakan plastik sekali pakai dalam belanja daring adalah salah satu solusi mengurangi plastik sekali pakai. Pelaku ‘e-commerce’ harus menjadi yang terdepan dalam menyediakan dan mendukung upaya ini untuk membantu dalam mencegah kerusakan lingkungan, terutama pada masa pandemi," kata CEO Yayasan Econusa Bustar Maitar.
Isi surat terbuka tersebut meminta perusahaan untuk mengambil tindakan-tindakan sebagai berikut, pertama, memberikan opsi kepada konsumen untuk memilih (a) kemasan minim plastik sekali pakai, dan/atau (b) ekspedisi ramah lingkungan, sehingga konsumen diberi kesempatan untuk bisa meminimalisasi dampak lingkungan dari belanja daring.
Kedua, memberikan pelatihan kepada mitra merchant, mitra driver, dan mitra kurir agar bisa mengemas barang dengan cara yang minim plastik sekali pakai.
"Sebenarnya solusi sudah tersedia untuk menggantikan pengemasan plastik dan 'styrofoa, dengan tetap menjaga keamanan dan sanitasi barang. Ada e-commerce yang pada laman check out memberi opsi tanpa plastik ataupun pengembalian kemasan. Bayangkan kalau semua brands e-commerce besar di Indonesia memberikan opsi-opsi seperti ini kepada konsumen, pasti dampak baiknya akan terasa,” ujar Direktur Eksekutif Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik Tiza Mafira.
Produsen harus semakin menyadari bahwa tingkat kesadaran di masyarakat untuk menghindari penggunaan plastik sekali pakai semakin meningkat, kata Juru Kampanye Urban Greenpeace Indonesia Muharram Atha Rasyadi.
Berdasarkan studi Greenpeace Indonesia dalam laporan bertajuk ‘Bumi Tanpa Plastik’, sekitar 75 persen responden (dari total 623 responden) setuju untuk mengurangi atau bahkan menghentikan penggunaan plastik sekali pakai untuk kemasan.
Hanya 20 persen yang menganggap kemasan plastik sekali pakai tidak berbahaya, sementara sebagian besar responden menaruh ekspektasi pada produsen yang memiliki sumber daya untuk memberikan alternatif pengemasan kepada konsumen atau masyarakat.
“Kini saatnya pelaku usaha merealisasikan tanggung jawabnya sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 75 tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen. Surat terbuka ini menjadi penting karena para pelaku e-commerce belum termasuk ke dalam sektor industri yang diminta oleh pemerintah untuk menyusun rencana pengurangan sampahnya sesuai dengan ketentuan tersebut,” ujar dia.
Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, hingga Juni 2021, baru 23 produsen yang menyerahkan rencana peta jalan pengurangan sampahnya. Padahal Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) Nomor P.75/2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen, menargetkan jumlah sampah oleh produsen wajib dikurangi sebesar 30 persen pada 2029.*