Mungkinkah orang yang terjun ke kolam oli tidak terkena oli? Tidak mungkin. Itulah yang sering disangkakan oleh siapa pun terhadap siapa pun.
Kalau kolam oli itu diartikan secara harfiah, logikanya memang "hil yang mustahal" -untuk meminjam istilah lama almarhum Asmuni Srimulat.
Tapi dalam kehidupan sehari-hari kita masih bisa menyaksikan yang disangka mustahil itu. Bahkan contohnya cukup banyak. Mahfud MD termasuk salah satunya.
Sejak lama saya kagum dengan integritas Pak Mahfud MD. Kini kekaguman itu bertambah-tambah lagi. Terutama sejak ditangkapnya Ketua Mahkamah Konstitusi Dr Akil Mochtar. Kita jadi tahu bahwa MK itu ternyata lembaga yang sangat basah. Bahkan basah oleh oli: calo, dagang perkara, dan sogok-menyogok. Bukan hanya oleh yang kalah Pemilukada. Bahkan juga oleh yang sudah menang Pemilukada sekali pun.
Mahkamah Konstitusi (MK) bisa disebut kolam oli karena pihak-pihak yang bersaing dalam Pemilukada semuanya ingin menang. Bukan hanya gengsi. Juga karena sudah telanjur habis-habisan.
Dari kenyataan itu kita juga jadi tahu betapa beratnya tekanan yang dialami Pak Mahfud MD selama menjadi Ketua MK dulu. Terutama dalam menjaga integritasnya di tengah-tengah kolam oli seperti itu.
Tentu saya sangat kagum tidak hanya kepada Pak Mahfud MD. Tapi juga pada orang-orang lain yang integritasnya tinggi. Terutama mereka yang pada dasarnya berada di kolam oli namun tidak terkena oli.
Dari mana orang bisa memiliki integritas? Tentu dari ujian-ujian. Orang bersih yang belum pernah diuji di dalam kolam oli belum bisa disebut teruji. Orang baru dikatakan punya integritas kalau sudah diuji. Kian berat ujiannya, bila lolos, kian tinggi integritasnya.
Pak Mahfud saya golongkan orang yang sudah mencapai integritas tinggi. Ini karena dia bukan baru sekali ini terjun ke kolam oli. Tapi sudah berkali-kali. Setiap kali itu juga Pak Mahfud tidak ikut terlumur oli.
Misalnya waktu jadi Menteri Pertahanan. Bukankah seharusnya Pak Mahfud juga terciprat oli perdagangan dan percaloan senjata? Nyatanya tidak.
Maka jangan hanya menyebut-nyebut nama Akil yang dianggap bobrok itu. Sebagai imbangan ada baiknya kita juga sering menyebut nama Pak Mahfud yang bersih. Agar selalu ada hope dalam kehidupan ini. Masih banyak Mahfud-Mahfud lain di MK dan tempat-tempat penuh oli lainnya.
Tentu saya juga angkat topi pada pegiat anti-korupsi. Juga kepada mereka yang tidak korupsi. Tapi saya sungguh hormat kepada mereka yang pernah mendapat kesempatan berada di kolam oli namun tidak terkena oli.
Belum tentu mereka yang meneriakkan anti-korupsi bisa terhindar dari oli ketika mereka diterjunkan ke kolam oli. Sudah banyak contohnya.
Di lingkungan BUMN tentu juga banyak contoh. Saya pun sungguh kagum kepada orang seperti Ignasius Jonan, Dirut PT KAI. Kepada Dirut PT PLN Nur Pamudji yang akan dapat Anugerah Bung Hatta karena integritasnya. Kepada Dirut Bank Mandiri yang dulu (Agus Martowardojo, Zulkifli Zaini) maupun Dirut yang sekarang Budi Sadikin. Kepada Dirut PT Permodalan Nasional Madani Parman Nataatmadja. Kepada Dirut PT Angkasa Pura 1 Tommy Soetomo. Kepada Dirut PT RNI Ismed Hasanputro. Kepada....masih banyak sekali dirut BUMN yang tidak mungkin saya sebut satu-satu.
Mereka itu, sampai hari ini, tergolong orang yang berada di kolam oli. Tapi mereka masih bisa menjaga dirinya dari cipratan oli. Tentu mudah bagi mereka yang tidak sedang berada di kolam oli untuk tidak terkena oli. Tapi sungguh istimewa mereka yang sedang berada di kolam oli yang bisa terhindar dari oli.
Padahal kadang kala oli itu sengaja diciprat-cipratkan dari luar.
Maka logika umum "tidak mungkin orang yang diterjunkan ke kolam oli tidak terkena oli" belum tentu cocok untuk kasus di atas.
Siapakah yang memberi apresiasi kepada mereka?
Tentu ada lembaga yang sudah mengapresiasikannya. Bahkan ada beberapa. Kita bersyukur untuk itu.
Yang juga menarik dalam banyak contoh di atas adalah ini: mereka tidak hanya bersih untuk dirinya. Juga tergerak untuk membersihkan lingkungan dalamnya. Misalnya melalui contoh nyata dari atas. Melalui konsistensi. Melalui pembaharuan sistem. Melalui pengawasan yang ketat. Juga terutama melalui pembaharuan sistem pengadaan barang dan jasa.
Karena itu saya senang sekali ketika bertemu Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Purnomo. Yakni saat beliau mengemukakan ide penyempurnaan sistem pengadaan barang dan jasa. Saya langsung meresponnya.
Pak Hadi Purnomo mengatakan penyelewengan akan mudah dilacak kalau sistem pembayaran dari kontraktor ke sub-kontraktor dengan sistem transfer bank. Tidak cash. Dengan transfer bukan hanya mudah dilacak. Juga membuat orang takut melakukan penyelewengan.
Dalam peluncuran atau launching "Road Map BUMN Bersih" dua pekan lalu saya pidatokan ide Ketua BPK itu. Bahkan saya minta langsung diadopsi untuk tender-tender yang akan datang.
Caranya begini. Sejak tahap unwishing, soal sistem pembayaran ini sudah harus dijelaskan kepada calon peserta tender. Dalam dokumen tender juga harus dicantumkan.
Dan jangan lupa harus ditulis juga dalam kontrak nantinya.
Ke depan penyempurnaan sistem tender harus jadi agenda utama. Terutama dalam kaitannya dengan program pencegahan korupsi.
Banyak komisi disalurkan lewat pembayaran kepada sub kontraktor. Makanya pemeriksa tidak akan bisa menemukan penyelewengan dari buku keuangan kontraktor utama.
Kalau usaha itu berhasil, kita akan memperoleh lagi kemajuan yang nyata. Kita sudah biasa memuji ketegasan beberapa negara dalam memberantas korupsi. Kini Indonesia pun mulai dipuji di luar negeri.
Waktu saya di Filipina, wartawan di sana mengatakan, "Indonesia hebat ya, siapa pun ditangkap". Mereka mengucapkan itu dengan nada sambil mencibir negaranya sendiri. Hal senada juga terdengar di Thailand dan India.
Rupanya sudah menjadi kecenderungan manusia di negara mana pun: suka membanggakan negara lain seraya mencibir negaranya sendiri.
Mereka yang tidak basah di kolam oli
Senin, 14 Oktober 2013 12:22 WIB 1332