Jakarta (Antara) - Wilayah Indonesia terletak di antara benua Asia dan Australia serta Lautan Hindia dan Pasifik.
Bumi Pertiwi nan indah ini juga dikelilingi sekitar 127 gunung api aktif, atau dikenal dengan "ring of fire".
Belum sampai disitu, posisi Indonesia yang berada di wilayah tropis serta kondisi hidrologis memicu terjadinya bencana alam lainnya, seperti angin puting beliung, hujan ekstrim, banjir, tanah longsor, dan kekeringan.
Tidak hanya bencana alam sebagai ancaman, tetapi juga bencana nonalam sering melanda Tanah Air seperti kebakaran hutan dan lahan, konflik sosial, maupun kegagalan teknologi.
Tidaklah heran, jika Indonesia diberi label rawan bencana, sehingga langkah mitigasi dan pencegahan serta kewaspadaan seluruh lapisan masyarakat menjadi tuntutan utama.
Ditambah lagi, pemerintah telah mengumumkan bahwa ada 19 gunung api di sejumlah penjuru di Tanah Air yang sedang menggeliat dan berstatus waspada.
Pengumuman tersebut, sontak bisa membuat siapa pun yang mendengarnya merasa takut. Bahkan bisa menimbulkan sejuta pertanyaan "kenapa 19 gunung api bisa bersamaan berstatus waspada?," atau pertanyaan lain seperti "bagaimana jika 19 gunung api yang 'kompak' berstatus waspada itu meletus bersamaan?," dan pertanyaan-pertanyaan lain.
Status Kegunungan
Dari sejumlah pertanyaan yang mungkin muncul di benak warga, Antara mencoba mengklarifikasi dengan Kepala Pusat Vulkanologi Mitigasi dan Bencana Geologi (PVMBG), Hendrasto.
Hendrasto merinci dari awal yakni status gunung api terbagi atas empat tingkatan yakni normal (level I) lalu waspada (level II) lalu siaga (level III) dan yang tertinggi adalah awas (level IV).
Makna dari status Waspada, tambah dia, adalah ada kenaikan aktivitas di atas level normal, apa pun jenis gejala diperhitungkan.
"Status waspada tidak kritis, yang diperlukan adalah sosialisasi, kajian bahaya, pengecekan sarana, dan piket terbatas," katanya.
Sedangkan makna status Siaga adalah semua data menunjukkan bahwa aktivitas dapat segera berlanjut ke letusan atau menuju pada keadaan yang dapat menimbulkan bencana. Kondisinya kritis sehingga perlu sosialisasi di wilayah terancam, penyiapan sarana darurat, koordinasi harian dan piket penuh.
Dia juga merinci, ada satu gunung berstatus Awas (level IV) yaitu Gunung Sinabung sejak 24 April 2013.
Selain itu, ada tiga gunung berstatus Siaga (level III) yaitu Karangetang, Lokon dan Rokatenda.
Ditambah lagi, ada 19 gunung status Waspada (level II) yaitu Kelud, Raung, Ibu, Lewotobi Perempuan, Ijen, Gamkonora, Soputan, Sangeangapi, Papandayan, Dieng, Seulewah Agam, Gamalama, Bromo, Semeru, Talang, Anak Krakatau, Marapi, Dukono, dan Kerinci.
Sementara itu gunung api lainnya masih berstatus normal.
Tidak Kompak
Meski demikian, dia ingin masyarakat tidak larut dalam kepanikan karena menganggap 19 gunung api tersebut tiba-tiba "kompak' menggeliat sehingga statusnya meningkat dari normal menjadi waspada.
"Ada yang bertanya 'kenapa 19 gunung api kompak berstatus waspada?,' atau 'apakah 19 gunung api bersamaan berstatus waspada karena terpengaruh dari erupsi Gunung Sinabung?,' dan sejumlah pertanyaan lainnya," katanya.
Dia menegaskan, tanggapan tersebut salah, karena 19 gunung api tersebut tidak berstatus waspada pada waktu yang bersamaan.
Dia mencontohkan, Gunung Kelud baru berstatus waspada pada 2 Februari 2014 sementara Gunung Raung sejak 5 Januari 2014.
Sementara itu, Gunung Ibu sejak 10 Desember 2013 dan Gunung Lewotobi Perempuan sejak 30 September 2013 serta Gunung Gamkonora sejak 1 Juli 2013.
"Bahkan ada yang lebih lama yakni Gunung Kerinci sejak 9 September 2007 dan Gunung Dukono sejak 15 Juni 2008 serta Gunung Marapi sejak 3 Agustus 2011" katanya.
Dia juga memberi contoh lain yakni Gunung Dieng sejak 8 Mei 2013, Gunung Soputan sejak 14 Juni 2013, Gunung Krakatau sejak 26 Januari 2012, Gunung Semeru 2 Mei 2012, Gunung Papandayan sejak 6 Juni 2013 dan lain sebagainya.
"Tanggal dan tahunnya berbeda-beda, jadi mereka tidak kompak berstatus waspada pada waktu yang bersamaan, namun memang intinya 19 gunung api tersebut tengah meningkat aktivitas salah satunya aktivitas magmanya," katanya.
Dia juga menambahkan, pemerintah tidak bisa memperkirakan kapan suatu gunung akan meletus namun jika ditanya apakah 19 gunung api tersebut bisa meletus bersamaan dia hanya menjawab "mudah-mudahan tidak, karena gunung api tidak tiba-tiba meletus begitu saja,".
Dia juga menegaskan, tidak ada kaitan sama sekali peningkatan aktivitas 19 gunung api yang berstatus waspada dan gunung api lainnya yang berstatus siaga dengan erupsi Gunung Sinabung.
"Tidak ada kaitannya sama sekali," katanya.
Butuh Kewaspadaan
Sementara itu, Menteri Koordinator bidang Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono menambahkan masyarakat perlu mengikuti apa pun kebijakan pemerintah terkait status kegunungan.
"Jika status gunung terus meningkat dan dibutuhkan sterilisasi wilayah dengan merelokasi warga ke pengungsian maka hendaknya diikuti demi keselamatan bersama," katanya.
Mitigasi atau pencegahan bencana sangat penting untuk meminimalisasi dampak kerugian dan jumlah korban.
Dia juga mengatakan bahwa tujuan pemerintah merilis status gunung api, bukan untuk membuat warga menjadi panik, melainkan membuat seluruh masyarakat dan pemangku kepentingan untuk meningkatkan kewaspadaan dan melakukan berbagai upaya yang dibutuhkan.
"Masyarakat tidak perlu panik, masyarakat hanya perlu mengikuti petunjuk yang diberikan oleh pemerintah dan petugas di lapangan jika memang status gunung terus mengalami peningkatan," katanya.
Dia mencontohkan. jika ada wilayah dengan radius sekian kilometer yang dilarang untuk dimasuki, dan masyarakat diharuskan mengungsi dan diperlukan langkah evakuasi, maka masyarakat harus mengikuti pentujuk tersebut.
Agung meminta masyarakat belajar dari pengalaman di Gunung Sinabung dimana ada korban jiwa karena berada di radius yang tidak aman.
Agung juga menambahkan, dirinya terus melakukan koordinasi lintas sektor dengan badan nasional penanggulangan bencana (BNPB), badan penanggulangan bencana daerah (BPBD) dan instansi terkait lainnya.
