Jakarta (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) bersama Kementerian Agama (Kemenag) meresmikan program pemeriksaan kesehatan tiga bulan pra-nikah pada calon pengantin (catin) sebagai upaya mengentaskan kekerdilan (stunting).
“Kalau calon ibu diperiksa tiga bulan sebelum menikah, maka kita bisa koreksi penyakit anemianya dengan meminum tablet tambah darah untuk menaikkan Hemoglobin (Hb) nya,” kata Kepala BKKBN Hasto Wardoyo dalam Launching Pemeriksaan Kesehatan 3 Bulan Pranikah Sebagai Upaya Pencegahan Stunting Kepada Catin yang diikuti secara daring di Jakarta, Jumat.
Hasto menuturkan program itu, ditujukan untuk memeriksa kelayakan calon ibu yang sudah merencanakan kehamilan karena kondisi calon ibu di Indonesia perlu mendapatkan pengawalan.
Sebanyak 37 persen remaja putri sudah terkena anemia atau memiliki jumlah Hb kurang dari 11,5 persen. Ketika remaja putri menjadi seorang ibu hamil, jumlah tersebut justru naik menjadi 48 persen.
Anemia yang diderita oleh calon ibu itu, kemudian membuat pertumbuhan pada kandungan ibu menjadi tidak subur dan berpotensi melahirkan bayi dalam keadaan kerdil.
Melalui pemeriksaan tiga bulan sebelum menikah itu, para calon ibu akan mendapatkan pendampingan untuk melakukan skrining kesehatan melalui pemeriksaan cek darah, mengukur lingkar lengan atas serta mengukur tinggi dan juga berat badan.
Lewat pemeriksaan itu pula calon ibu akan terlihat apakah terkena anemia, kurang energi kronik (KEK) atau malnutrisi, ujarnya.
Nantinya, hasil pemeriksaan itu akan dimasukkan ke dalam Aplikasi Elsimil (Elektronik Siap Nikah dan Siap Hamil) milik BKKBN agar dapat terus dipantau secara konsisten oleh Tim Pendamping Keluarga (TPK), katanya.
“Perempuan yang lingkar lengan atasnya kurang dari 23,5 sentimeter boleh menikah. Tapi kalau mau hamil, harus dinaikkan dulu supaya gizinya terpenuhi dan anak yang dikandungnya menjadi tidak stunting,” ujarnya.
Selain calon ibu, kata Hasto, calon ayah juga akan diberikan konseling untuk merubah kebiasaan hidup yang buruk seperti merokok ataupun kecanduan obat-obat tertentu, agar kondisi sperma tetap terjaga dan berkualitas baik.
Hasto menekankan setiap calon pengantin tidak perlu khawatir karena pemeriksaan hanya dijadikan sebagai syarat untuk menikah saja. Bila hasil dari pemeriksaan itu terdapat hal yang harus dikoreksi, maka calon pengantin akan mendapat pendampingan sebelum merencanakan kehamilan.
“Kami optimis peluncuran program pendampingan dan juga konseling juga pemeriksaan ini akan sukses di seluruh Indonesia,” ucap Hasto.
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengatakan akan mendukung program tersebut karena sejalan dengan modul bimbingan perkawinan (bimwin) milik Kemenag.
Dalam memberikan pendampingan dan konseling pada calon pengantin, tidak hanya bisa dijalankan oleh petugas KUA saja. Tetapi juga oleh penyuluh agama dari pihaknya yang ada sejumlah 55.000 orang.
Yaqut turut menekankan adanya program ini tidak berarti melarang calon pengantin dengan hasil pemeriksaan yang kurang optimal untuk menikah. Pemeriksaan hanya ditujukan agar kondisi ibu dapat terjaga dan tetap sehat bahkan sebelum masa kehamilan.
“Pemeriksaan ini hanya menjadi syarat nikah, sedangkan hasilnya tidak. Kalau hasilnya tidak baik akan ada pendampingan, agar ada perbaikan pada pengantin. Ketika hamil, bayinya lahir tidak stunting. Jadi semua tetap bisa menikah tapi harus diperiksa,” ucap Yaqut.