Direktur Kampanye Energi Kanopi Hijau Indonesia, Olan Sahayu di Bengkulu, Sabtu mengatakan bahwa aksi yang disampaikan oleh beberapa teman-teman di wilayah belum mewakili potret secara keseluruhan akibat penggunaan energi kotor di Sumatera.
Kerusakan sumber penghidupan seperti sungai, tanah dan udara adalah hal yang akan terjadi jika tidak segera dilakukan tindakan yang kuat dari rakyat.
"Kita tidak bisa berharap dari negara untuk menyingkirkan kekuatan oligarki di negeri ini, hanya rakyat terdidik dan bersatu yang mampu, tanpa itu tema hari bumi hanya akan menjadi slogan tanpa arti, Selamat hari bumi 2022," kata Olan.
Olan menyebutkan bahwa tindakan penyelamatan untuk menurunkan emisi justru berbanding terbalik dengan fakta yang terjadi saat ini.
Karena penyelamatan hutan dilakukan tapi proses pembukaan hutan juga lebih massive lagi dan satu sisi penyelamatan dan sisi lain penghancuran.
Seperti sektor energi, upaya dilakukan dengan pemanfaatan energi bersih, namun pertumbuhan energi bersih lambat tapi pembakaran batu bara terus dilakukan.
Untuk di Sumatera, ada 33 PLTU batu bara yang telah beroperasi dan berkontribusi terhadap emisi karbon dan Sumatera tetap menjadi tempat mendirikan PLTU batubara, tidak kurang dari 4,5 GW PLTU akan didirikan secara global pembakaran batu bara berkontribusi besar emisi karbon 44 persen.
Lanjut Olan, pembakaran batubara tersebut menghasilkan senyawa beracun (SOx, NOx, PM2,5, logam berat) menyebabkan polusi udara dan menyebabkan hujan asam sehingga mempengaruhi tanaman, tanah, bangunan dan benda lain di permukaan bumi.
Ketua Perkumpulan Pembela Lingkungan Hidup (P2LH), M. Fahmi menjelaskan bahwa kontributor utama pada krisis iklim pada tingkat tapak PLTU Batubara di Aceh telah menggusur warga Desa Suok Pontong terpaksa pindah karena hujan debu setiap hari serta perusahaan menggunakan jalan negara untuk mengangkut batubara.
"Mirisnya negara membiarkan hal ini terjadi. Mereka seolah tidak peduli dengan pelanggaran-pelanggaran corporate, keluhan-keluhan masyarakat sering tidak digubris. Seperti ketika masyarakat melaporkan tentang telah terjadinya pencemaran, mereka sering tidak bertindak kalaupun bertindak, pasti ketika momentum sudah tidak tepat," ujarnya.