Ketua Kanopi Hijau Indonesia, Ali Akbar di Bengkulu, Jumat, mengatakan sistem atau model pembangunan kolam pembuangan limbah air bahang PLTU batubara Teluk Sepang tidak memperhatikan model arus laut di sepanjang pesisir Bengkulu.
"Jebolnya kolam air bahang membuktikan dokumen ANDAL yang disebutkan hakim PTUN mampu mengatasi semua dampak lingkungan, terbukti gagal. Hakim dalam hal ini keliru dan tanpa analisis yang komprehensif dalam menetapkan putusan," kata Ali.
Ia menjelaskan bahwa laju abrasi pantai di sekitar pembuangan limbah air bahang PLTU batubara Teluk Sepang Bengkulu lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah lainnya.
Sebab abrasi tersebut terjadi dengan panjang lebih kurang 700 meter kiri kanan kolam pembuangan dengan ketinggian mulai dari 30 centimeter hingga 1,25 meter.
Limbah air bahang merupakan air laut yang telah digunakan dalam proses pendinginan mesin PLTU yang dibuang kembali ke laut, sehingga suhu permukaan laut mengalami peningkatan suhu dari suhu rata-rata laut.
Peningkatan suhu air laut dapat mengakibatkan kerusakan pada terumbu karang dan biota laut yang rentan terhadap kenaikan suhu air laut, dimana suhu air bahang yang bisa dibuang ke laut mencapai 40 derajat.
Sementara itu, dosen Ilmu Kelautan Universitas Bengkulu Deddy Bakhtiar menilai pergerakan ombak di laut Bengkulu membentuk sudut terhadap garis pantai sehingga terbentuk arus menyusur pantai yang mengangkut sedimen.
Dengan adanya bangunan berupa batu kolam pendingin air bahang, menyebabkan terhambatnya pergerakan arus sehingga mengganggu kestabilan sedimen dan berakibat terjadinya peningkatan laju abrasi yg parah di sisi kanan kolam.
Oleh karena itu, ia berharap pihak berwenang mengubah sistem pembuangan limbah dengan cara lain dan tidak membangun sesuatu tepat di bibir pantai.*
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Kolam pembuangan limbah PLTU Teluk Sepang Bengkulu sebabkan abrasi