Jakarta (ANTARA) - Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) Kementerian Perdagangan Moga Simatupang menyampaikan bahwa pemerintah telah memusnahkan 14.717 bal pakaian bekas impor senilai Rp118 miliar sepanjang 2023.
"Jadi totalnya itu dari operasi awal tahun sampai Maret ini," kata Dirjen Moga, usai rapat koordinasi di Kantor Kementerian Koperasi dan UKM, Jakarta, Kamis.
Moga merinci, pemusnahan pertama dilakukan Kementerian Perdagangan di Pekanbaru, Riau pada 17 Maret lalu dengan jumlah pakaian bekas mencapai 730 bal senilai Rp10 miliar.
Kemudian berlanjut ke Sidoarjo Jawa Timur pada 20 Maret dengan jumlah sebanyak 824 bal senilai Rp11 miliar.
Lalu, rekor terbesar adalah pemusnahan 7.363 bal pakaian bekas dengan nilai Rp80 miliar yang dilakukan di Cikarang pada akhir Maret lalu. Sedangkan pemusnahan yang terakhir dilakukan di Batam dengan 5.800 bal pakaian bekas senilai Rp17 miliar.
Lebih lanjut Moga menuturkan bahwa para importir pakaian bekas ilegal tersebut dapat dijerat oleh pasal berlapis. Sejumlah aturan yang dapat dikenakan adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.
“Ancaman pidana penjara maksimal 5 tahun dan denda maksimal Rp5 miliar. Itu ada di pasal 111 dan 112,” ujarnya pula.
Tak hanya berlaku bagi importir, para penjual juga dapat dijerat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pasal 62 tertulis, bagi pelaku usaha yang memperdagangkan barang bekas dapat dipidana paling lama 5 tahun atau denda Rp2 miliar.
Selain itu, terdapat peraturan khusus penjual pakaian bekas impor yang menjual dagangannya secara daring atau melalui saluran elektronik.
Pasal 35 pada Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik siap menjerat pelaku usaha yang tidak menaati iklan elektronik yang sesuai dengan UU yang berlaku.
Serupa, pada Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 50 Tahun 2020 pasal 18 berisi, pelaku usaha yang membuat, menyediakan sarana, dan/atau menyebarluaskan iklan elektronik wajib memastikan substansi atau materi iklan elektronik yang disampaikan tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan bertanggung jawab terhadap substansi atau materi iklan elektronik.
Sanksi yang akan diberikan Pemendag 50/2020 tersebut bertahap, mulai dari peringatan tertulis, pencantuman dalam daftar prioritas hingga pencabutan izin usaha.