Pemilu pula menjadi satu-satunya kesempatan rakyat terlibat langsung dalam menentukan arah bangsa dan negara untuk satu periode mendatang.
Kali ini, Pemilu Serentak 2024 sebenarnya sudah berjalan tahapannya sejak KPU meluncurkan Pemilu 2024 pada 14 Juni 2022 atau tepatnya sejak 20 bulan sebelum hari pemungutan suara yang ditetapkan pada 14 Februari 2024.
Akan tetapi, sampai kini pemilu sebenarnya baru terasa di beberapa kalangan saja, seperti penyelenggara, pemerintah, partai politik, bakal calon legislatif dan eksekutif, serta para simpatisan.
Secara keseluruhan di masyarakat, suasana pemilu sebenarnya belum begitu terasa, tahapan yang benar-benar bersentuhan langsung dengan masyarakat baru pencocokan dan penelitian data pemilih.
Itu pun sekadar kegiatan verifikasi yang dilakukan panitia pemungutan suara yang mendatangi rumah-rumah warga untuk memastikan daftar pilih setiap kepala keluarga.
Sejatinya, pemilu baru berasa "pestanya" di tengah rakyat ketika tahapan memasuki penetapan calon legislatif, pencalonan pasangan presiden-wakil presiden dan memasuki tahapan kampanye.
Riuh gempita di seluruh penjuru negeri baru akan dirasakan saat itu. Rakyat mulai menjatuhkan dukungan mereka pada sosok calon yang akan diserahi mandat untuk mewakili suara rakyat untuk lima tahun ke depan.
Di tengah pesta saat riuh dukungan itu pula tentunya terselip potensi terjadinya polarisasi dukung-mendukung dari simpatisan dan rakyat terhadap calon pemimpin negeri dambaan mereka.
Polarisasi sebenarnya terjadi setiap pemilu ke pemilu dan tidak hanya di Indonesia. Di belahan lain dunia pun juga terjadi. Hal itu sebenarnya menjadi sesuatu yang lumrah karena setiap individu berhak menunjukkan dukungan mereka terhadap calon yang disukai.
Namun, polarisasi lebih besar dampak negatifnya karena membahayakan bangsa dan negara, mengingat setiap polarisasi juga dibumbui dengan terkotak-kotaknya pendukung, simpatisan, rakyat.
Mereka menunjukkan dukungan, dan bahkan saling serang dengan berbagai macam cara demi satu tujuan, memenangkan sosok yang mereka dukung.
Caranya pun berbagai rupa, dengan memanfaatkan politik primordial, politik identitas, kampanye negatif, bahkan kampanye hitam. Tindakan ini lah yang membahayakan bangsa dan negara, karena menimbulkan keterbelahan pada rakyat.
Pakar politik sekaligus akademikus Universitas Bengkulu Dr. Panji Suminar menyebutkan memang polarisasi pemilu tidak dapat dihindari sepenuhnya.
"Namun bahayanya polarisasi dapat dicegah. Komitmen semua pihak sangat dibutuhkan agar pemilu bebas polarisasi, terutama polarisasi yang membahayakan bangsa dan negara," kata dia.
Komitmen
Tidak hanya pemerintah dan penyelenggara pemilu yang harus berjuang dan berkomitmen untuk merealisasikan pemilu selayak pesta bagi rakyat. Di situ juga ada unsur lain yang peranannya krusial, yakni partai politik, peserta pemilu, elite, tokoh, dan yang terpenting adalah tim sukses, tim kampanye, dan simpatisan.