Bengkulu (Antara) - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) meneliti ancaman kepunahan bahasa masyarakat adat Enggano yang mendiami Pulau Enggano, Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu.
"Bahasa Enggano masuk dalam penelitian kami dalam ekspedisi Widya Nusantara di Pulau Enggano," kata Koordinator Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemasyarakatan LIPI, Dedy Supriadi Adhuri, di Bengkulu, Sabtu.
Ia mengatakan dalam penelitian para ahli menyebutkan bahwa jumlah penutur suatu bahasa di bawah 10.000 orang penutur masuk dalam ancaman kepunahan.
Sedangkan masyarakat adat Enggano berjumlah lebih 2.800 jiwa dan 30 persen merupakan pendatang sudah masuk dalam kriteria terancam punah tersebut.
"Kami akan meneliti keunikan Bahasa Enggano dan keterancamannya," ucapnya.
Dalam tiga hingga empat tahun terakhir, kata Dedy, LIPI fokus pada penelitian bahasa nonAustronesia atau wilayah Timur Indonesia yang sebagian sudah terancam punah, antara lain Bahasa Suku Kao di Nusa Tenggara Timur.
Sebanyak sembilan orang peneliti LIPI, kata Dedy, akan melakukan penelitian tentang sosial dan kemasyarakatan masyarakat adat Enggano dalam Ekspedisi Widya Nusantara (E-win) 2015.
Para peneliti tersebut berasal dari berbagai latar ilmu, antara lain politik, antropologi, hukum, ekonomi, demografi dan linguistik.
Dedy mengatakan bahwa Pulau Enggano menjadi sasaran ekspedisi E-win 2015 karena berbagai keunikan yang dimiliki pulau ini antara lain karakteristik ekologi dan biologi karena tidak pernah menyatu dengan Pulau Sumatera.
Secara sosial politik juga unik, sebab pulau berjarak 106 mil dari Kota Bengkulu itu didiami satu suku bangsa yang disebut Orang Enggano yang terdiri dari lima suku yakni Kauno, Kaitora, Kaharuba, Kaharubi dan Kaahua.
Koordinator Kepala Suku Pulau Enggano Harun Kaharuba mengatakan bahasa daerah masih menjadi bahasa utama yang digunakan masyarakat di pulau itu untuk berkomunikasi.
"Setiap keluarga di pulau ini masih menggunakan bahasa asli Enggano untuk melestarikan bahasa kami sehingga tidak punah," katanya.***4***