"Rematch" Joe Biden vs Donald Trumpbagi dunia
Jumat, 15 Maret 2024 10:02 WIB 589
Alasannya, baik Biden maupun Trump sama-sama tidak populer, bahkan tak diinginkan oleh sebagian pemilih.
Ada kecenderungan rakyat Amerika Serikat tidak puas terhadap kinerja Joe Biden, tapi saat bersamaan tidak menganggap Trump sebagai alternatif, terutama akibat gaya kekuasaannya yang dianggap menabrak aturan dan antidemokrasi.
Trump memang unggul tipis dari Biden dalam berbagai jajak pendapat, tapi dengan margin tipis ini segalanya masih sangat bisa berubah seiring waktu.
"Rematch" Biden vs Trump ini sendiri bisa berpengaruh secara global.
Bagian terbesar dunia sendiri cenderung tak menginginkan Trump, bahkan Presiden Rusia Vladimir Putin menyatakan kali ini dia lebih memilih Biden. Padahal empat tahun silam Rusia dituding mengintervensi pemilu AS demi memenangkan Trump.
"Biden lebih berpengalaman dan lebih bisa diprediksi," kata Putin dalam wawancara dengan televisi Rusia pada 15 Februari 2024.
Meskipun kerap berseberangan dengan Biden, Putin rupanya melihat Biden lebih dekat dengan kepastian dan stabilitas, ketimbang Trump yang lebih melekat dengan ketidakpastian.
Faktanya, selama empat tahun memerintah negaranya, Biden memang lebih stabil memerintah ketimbang Trump yang labil sepanjang pemerintahannya, mulai dari formasi kabinet sampai serangan di parlemen yang sampai pada proses pemakzulan.
Putin dan Rusia tidak sendirian menginginkan kepastian dan stabilitas, karena negara-negara seperti China pun menginginkan Amerika yang tidak labil sehingga tak menciptakan gejolak dan ketidakpastian dalam sistem internasional, khususnya ekonomi dan keuangan.
Apalagi semasa pemerintahan Trump, China menghadapi perang dagang yang sengit dengan Amerika Serikat, yang dampaknya dirasakan dunia.
Faktor ketidakpastian ini juga dikhawatirkan Uni Eropa, yang sebelum Trump mendapatkan tiket calon presiden dari Partai Republik pun, sudah dibuat gerah oleh pernyataan Trump tentang peran NATO di Eropa.
Bagi Eropa, Biden memang jauh dari kata sempurna, bahkan dianggap lamban mengambil keputusan, termasuk dalam perang Ukraina. Biden juga dianggap tak begitu mendukung perdagangan bebas, karena agresif menyubsidi perekonomian AS, termasuk industri-industri yang berkaitan dengan upaya memerangi perubahan iklim.
Tapi Eropa melihat Biden lebih mencerminkan demokrasi dan keyakinan bahwa Amerika Serikat akan terus terlibat di panggung global, termasuk dalam perang melawan perubahan iklim yang sangat dipedulikan Eropa.
Sebaliknya, Eropa melihat Trump membawa wajah otoriter pada gaya kepemimpinannya dan unilateralisme dalam kebijakan luar negerinya.
Perang dagang
Kekhawatiran Eropa terhadap Trump terutama berpangkal pada masalah pertahanan dan masa depan NATO, hubungan ekonomi lintas-Atlantik, dan pendekatannya terhadap tatanan internasional berbasis aturan.
Dalam tiga area itu Eropa melihat Trump melakukan hal-hal yang mereka anggap tabu dengan mengeluarkan AS dari badan-badan multilateral, mulai UNESCO, WHO, Dewan HAM PBB, Perjanjian Iklim Paris, sampai platform-platform kerjasama sosio-ekonomi internasional lainnya.
Dia juga pernah membekukan dana AS untuk badan-badan PBB, termasuk badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA). Belum lagi ancamannya keluar dari WTO, yang merupakan wahana perdagangan bebas yang sangat penting.
Hampir semua yang sudah dilakukan Trump dianulir oleh Biden begitu efektif menjadi presiden AS pada 2021 setelah memenangkan Pemilu 2020.
Kekhawatiran Eropa itu sejalan dengan sikap sejumlah negara yang memandang multilateralisme sebagai platform terbaik dalam memperjuangkan kepentingan nasionalnya di panggung global.