"Rematch" Joe Biden vs Donald Trumpbagi dunia
Jumat, 15 Maret 2024 10:02 WIB 591
Sebaliknya, mereka khawatir unilateralisme yang dirangsang oleh proteksionisme Trump, telah menciptakan ekosistem ekonomi dan perdagangan global yang penuh permusuhan, dalam bentuk perang dagang.
Padahal, perang dagang merusak sistem perdagangan dunia, karena proteksionisme yang diterapkan AS, bisa menular ke mana-mana.
Kecenderungan itu tak hanya merugikan negara-negara yang memproteksi ekonominya, namun juga negara-negara yang tidak menerapkannya.
Perang dagang juga berpengaruh terhadap kebijakan moneter dan respons pasar keuangan.
Suku bunga bank sentral AS yang menjadi patokan dunia, bisa naik lebih cepat sebagai respons terhadap kenaikan inflasi tinggi di AS.
Ini kemudian mendorong naiknya tekanan keuangan yang berdampak buruk terhadap arus kredit dan investasi, produksi industri, dan perdagangan global.
Tapi Trump mungkin bisa lebih baik dalam menurunkan tensi keamanan global, termasuk di bentangan Indo-Pasifik.
Masalahnya, Trump memiliki sikap yang sengit menolak kolaborasi global dan multilateralisme, padahal sistem keamanan global dan regional tak cukup disikapi dengan pendekatan-pendekatan bilateral, karena juga membutuhkan forum multilateral.
Meski begitu, sejumlah negara berharap Trump menjadi presiden Amerika Serikat. Salah satunya Israel, yang tak senang dengan cara Biden menangani konflik di Gaza.
Uniknya, sejumlah negara Muslim juga mengeluhkan Biden, padahal sikap Amerika Serikat dalam konflik Israel- Palestina, mungkin bisa lebih buruk jika Trump berkuasa kembali.
Di atas itu semua, ada beberapa hal positif dari Trump, khususnya tekadnya untuk fokus memperjuangkan kepentingan nasional Amerika Serikat, kendati dengan menampik platform-platform multilateral dan kolaborasi global.
Maka, akan menarik untuk mengikuti perkembangan apakah rakyat Amerika Serikat akan memilih Trump atau Biden dalam pemungutan suara 5 November 2024.