IQAir mencatat kualitas udara Jakarta berada pada poin 158 dengan tingkat konsentrasi polutan PM 2,5 sebesar 65 mikrogram per meter kubik atau 13 kali lebih tinggi nilai panduan kualitas udara tahunan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Adapun PM 2,5 merupakan partikel berukuran lebih lebih kecil 2,5 mikron (mikrometer) yang ditemukan di udara termasuk debu, asap dan jelaga. Paparan partikel ini dalam jangka panjang dikaitkan dengan kematian dini, terutama pada orang yang memiliki penyakit jantung atau paru-paru kronis.
Rekomendasi kesehatan mengingat kualitas udara saat ini selain mengenakan masker, juga mengurangi aktivitas luar ruang, menutup jendela demi menghindari udara luar yang kotor, dan menyalakan penyaring udara.
Kualitas udara Jakarta bila dibandingkan sembilan wilayah lain di Indonesia menempati peringkat kedua terburuk setelah Tangerang Selatan, Banten (180).
Sebelumnya, kualitas udara Jakarta tercatat dalam kondisi serupa pada Jumat (21/6) dan Sabtu (22/6) dengan poin masing-masing 156 dan 162.
Mengetahui ini, Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono menginstruksikan agar Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta berkoordinasi dengan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk menerapkan teknologi modifikasi cuaca (TMC) di Jakarta.
TMC sebelumnya pernah dilakukan pada pertengahan tahun 2023 guna mengatasi pencemaran udara di Jakarta pada saat musim kemarau dan akhir tahun 2022, untuk menanggulangi potensi cuaca ekstrem yang terjadi.