Kepala Kejari Bengkulu Utara Ristu Darmawan saat dikonfirmasi di Bengkulu, Selasa, menerangkan bahwa penetapan tersangka tersebut sesuai dengan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Bengkulu Utara Nomor: Print–01/L.7.12/Fd.2/01/2024.
"Tersangka S melanggar hukum karena memperkaya diri sendiri serta merugikan negara terkait kasus korupsi tersebut yaitu sebesar Rp352,59 juta," ujar dia.
Selama menjabat sebagai kepala desa, tersangka tidak melaksanakan musyawarah terkait pendirian BUMDes, penetapan pengurus, serta pengelolaan modal yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) dengan uang penyertaan modal BUMDes sebesar Rp358,19 juta.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, tersangka S menggunakan uang tersebut untuk membeli mesin pengelolaan limbah karet menjadi milik pribadi.
Selain itu, tersangka S juga menerima uang sebanyak Rp200,08 juta dari pembelian mesin dan menerima uang lainnya dengan total Rp71,24 juta.
"Semua dana tersebut diduga digunakan kepentingan pribadi, mengakibatkan BUMDes Gardu Jaya tidak beroperasi dan tujuan peningkatan ekonomi desa tidak tercapai," terang dia.
Oleh karena itu, tersangka S melanggar aturan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Hingga saat ini, tim penyidik Kejari Bengkulu Utara telah melakukan pemeriksaan terhadap 21 orang saksi dan dua ahli untuk mendalami kasus tersebut.