Jakarta (Antara) - Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan menyampaikan kronologi Operasi Tangkap Tangan (OTT) Bupati Banyuasin Yan Anton Ferdian yang dilakukan pada Minggu (14/9).
"KPK menggelar OTT pada Minggu, 14 September 2016 di Palembang. Dalam OTT tersebut KPK mengamankan 6 orang yaitu ZM (Zulfikar Maharami) dan K (Kirman) sebagai pengusaha, YAF (Yan Anton Ferdian) Bupati dan Rus (Rustami) Kepala Sub Bagian Rumah Tangga Bagian Umum Sekretariat Daerah kabupaten Banyuasin, UU (Umar Usman) Kepala Dinas Pendidikan kabupaten Banyuasin dan STY (Sutaryo) salah satu Kasie Pembangunan Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan Bidang Program dan Pembangunan Dinas Pendidikan di Disdik itu," kata Basaria dalam konferensi pers di gedung KPK Jakarta, Senin.
Pertama, penyidik KPK mengamankan Kriman pada pukul 07.00 WIB yang merupakan pengepul sekaligus orang kepercayaan Yan Anton.
"Saya katakan dia betugas pengepul dana, kemudian tim bergerak ke kediaman STY salah satu kasie tersebut lalu menangkap yang bersangkutan pukul 09.00. Setelah itu tim bergerak mengamankan 3 orang yaiyu YAF sebagai bupati, RUS selaku kasubag, dan UU sebagai kadisdik. Ini dilakukan di rumah dinas bupati Banyusin setelah selesai kegiatan pengajian sehubungan rencana bupati YAF dan istri untuk menunaikan ibadah haji," jelas Basaria.
Pada saat sama, KPK juga mengamankan Zulfikar selaku direktur CV Putra Pratama sekitar pukul 12.00 WIB di sebuah hotel di Mangga Dua Jakarta.
Dari beberapa lokasi penangkapan tim sejumlah uang dan bukti transfer kepada Yan Anton.
"Tim mengamankan uang dalam pecahan Rp299.800.000 atau setara 200 ribu dolar AS dan 11.200 dollar AS atau setara Rp150 juta, selain itu dari tangan STY disita juga Rp50 juta," tambah Basaria.
Menurut Basaria, duit Rp50 juta ini merupakan bonus yang diminta Sutaryo dari pengusaha selain Rp1 miliar untuk bupati.
"Dari tangan K, pengepul disita setoran biaya haji ke sebuah biro perjalanan haji yaktini PT TB (Turisina Buana atau Tibi Tour) sebsar Rp531,6 juta yang diduga pemberian untuk suami-istri bupati sebagai fasilitas biaya haji dari ZM," ungkap Basaria.
Menurut Basaria, uang Rp531,6 juta ditransfer ke biro perjalanan haji pada 3 September 2016. Lalu 11.200 dolar AS diterima bupati pada 2 September 2016 sedangkan uang Rp299,8 juta diterima pada 1 September 2016.
"Kemungkinan ada beberapa lagi dan masih dalam pengembangan penyidik," tambah Basaria.
Tim KPK lalu membawa kelimanya ke Polda Sumsel untuk dilakukan pemeriksaan awal.
"Setelah dilakukan pemeriksaan cukup lama di Polda Sumsel, mereka diterbangkan ke Jakarta pukul 19.00 WIB dan pemeriksaan masih berlangsung sampai saat ini dalam rangka pengembangan ada kemungkinan ke beberapa tempat," ungkap Basaria.
KPK menetapkan Bupati Banyuasi Periode 2013-2018 Yan Anton Ferdian, Kepala Sub Bagian Rumah Tangga Bagian Umum Sekretariat Daerah kabupaten Banyuasin Rustami, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Banyuasin Umar Usman, seorang swasta yang bertugas sebagai pengepul dana Kirman dan Kasie Pembangunan Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan Bidang Program dan Pembangunan Dinas Pendidikan Kabupaten Banyuasin Sutaryo sebagai tersangka penerima suap.
Sangkaan kepada kelimanya berdasarkan pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b dan atau pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp1 miliar.
Sedangkan Direktur CV Putra Pratama Zulfikar Muharrami disangkakan pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat 1 huruf b dan atau pasal 13 UU no 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal tersebut mengatur tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.***2***