"Saya mendapat laporan bahwa batu bara yang diambil dari dalam sungai 5.000 hingga 6.000 ton per bulan, berarti kegiatan masyarakat justru mengatasi potensi pendangkalan sungai," ucap Rohidin di Bengkulu, Selasa.
Gubernur Bengkulu mengatakan hal itu saat menerima perwakilan masyarakat pengumpul limbah batu bara dari Kabupaten Bengkulu Tengah.
Aksi massa dari Bengkulu Tengah.
Perwakilan warga pengumpul limbah batu bara mendatangi Kantor Gubernur Bengkulu untuk meminta perlindungan atas kegiatan mereka mengumpulkan batu bara dari dalam sungai.
Aksi masyarakat ini dipicu oleh kasus penangkapan sejumlah warga yang mengambil batu bara dari dalam sungai dengan alasan tidak memiliki izin penambangan.
Padahal, pemerintah sudah menerbitkan Peraturan Gubernur nomor 10 tahun 2011 tentang Izin Pengambilan Limbah Batu Bara di Sungai.
Wasrin, salah seorang warga pemungut batu bara mengatakan larangan terhadap aktifitas masyarakat mengumpulkan limbah dan dijual untuk mendapatkan sejumlah uang berdasarkan Surat Edaran Menteri ESDM No.02.E/30/DJB/2012 tentang Surat Keterangan Asal Barang.
?Padahal masyarakat hanya mengumpulkan limbah batu bara yang hanyut di sungai, bukan melakukan aktifitas penambangan,? kata dia.
Justru kata Wasrin, pengumpulan limbah batu bara dari dalam sungai berperan mengurangi pencemaran di sungai akibat penambangan batu bara.
Selama hampir satu jam berdiskusi dengan Plt Gubernur dan pejabat terkait, dihasilkan tiga keputusan yang akan diambil pemerintah menyikapi permasalahan ini.
Kami akan berkoordinasi dengan penegak hukum agar masyarakat yang ditahan dalam proses pengambilan atau penjualan batu bara hasil limbah sungai untuk dihentikan proses hukumnya atau setidaknya ditangguhkan penahanannya,? kata dia.
Selanjutnya, meminta Kepala Dinas ESDM, Kepala Biro Ekonomi, Bupati Bengkulu Tengah dan lembaga bantuan hukum yang mendampingi untuk menemui Dirjen Minerba terkait aturan khusus bagi pengumpul limbah dari sungai.
Selain itu, Plt Gubernur juga akan mengevaluasi menyeluruh izin tambang yang mengakibatkan kerusakan lingkungan, terutama badan sungai di Bengkulu. Hal tersebut sesuai edaran KPK untuk mengevaluasi izin tambang yang dikeluarkan di kawasan hutan lindung dan hutan produksi terbatas yang tidak memenuhi kaidah kaidah pertambangan.***3***
Perwakilan warga pengumpul limbah batu bara mendatangi Kantor Gubernur Bengkulu untuk meminta perlindungan atas kegiatan mereka mengumpulkan batu bara dari dalam sungai.
Aksi masyarakat ini dipicu oleh kasus penangkapan sejumlah warga yang mengambil batu bara dari dalam sungai dengan alasan tidak memiliki izin penambangan.
Padahal, pemerintah sudah menerbitkan Peraturan Gubernur nomor 10 tahun 2011 tentang Izin Pengambilan Limbah Batu Bara di Sungai.
Wasrin, salah seorang warga pemungut batu bara mengatakan larangan terhadap aktifitas masyarakat mengumpulkan limbah dan dijual untuk mendapatkan sejumlah uang berdasarkan Surat Edaran Menteri ESDM No.02.E/30/DJB/2012 tentang Surat Keterangan Asal Barang.
?Padahal masyarakat hanya mengumpulkan limbah batu bara yang hanyut di sungai, bukan melakukan aktifitas penambangan,? kata dia.
Justru kata Wasrin, pengumpulan limbah batu bara dari dalam sungai berperan mengurangi pencemaran di sungai akibat penambangan batu bara.
Selama hampir satu jam berdiskusi dengan Plt Gubernur dan pejabat terkait, dihasilkan tiga keputusan yang akan diambil pemerintah menyikapi permasalahan ini.
Kami akan berkoordinasi dengan penegak hukum agar masyarakat yang ditahan dalam proses pengambilan atau penjualan batu bara hasil limbah sungai untuk dihentikan proses hukumnya atau setidaknya ditangguhkan penahanannya,? kata dia.
Selanjutnya, meminta Kepala Dinas ESDM, Kepala Biro Ekonomi, Bupati Bengkulu Tengah dan lembaga bantuan hukum yang mendampingi untuk menemui Dirjen Minerba terkait aturan khusus bagi pengumpul limbah dari sungai.
Selain itu, Plt Gubernur juga akan mengevaluasi menyeluruh izin tambang yang mengakibatkan kerusakan lingkungan, terutama badan sungai di Bengkulu. Hal tersebut sesuai edaran KPK untuk mengevaluasi izin tambang yang dikeluarkan di kawasan hutan lindung dan hutan produksi terbatas yang tidak memenuhi kaidah kaidah pertambangan.***3***