Sejumlah aktivis lingkungan dari Koalisi Langit Biru Bengkulu menggelar teatrikal di depan Kantor Gubernur Bengkulu sebagai bentuk protes terkait penghapusan Fly Ash dan Bottom Ash (FABA) dari kategori Limbah Bahan Berbahaya Beracun (LB3).
"Aksi ini dilakukan sebagai bentuk kritikan kepada Presiden Jokowi yang telah mengeluarkan peraturan yang justru tidak berpihak terhadap keselamatan lingkungan," kata koordinator aksi Budi Franata, Rabu.
Ia menambahkan peraturan ini akan menimbulkan dampak buruk yang luar biasa untuk kehidupan masyarakat di masa yang akan datang sebab saat masih berstatus limbah B3 saja abu pembakaran batu bara telah meracuni lingkungan hingga memperburuk kesehatan warga.
Budi menjelaskan dihapusnya FABA dari daftar limbah B3 adalah keputusan bermasalah dan berbahaya, sebab batu bara mengandung berbagai jenis unsur racun termasuk logam berat dan radioaktif.
Ketika batu bara dibakar di pembangkit listrik, maka unsur beracun tersebut terkonsentrasi pada hasil pembakarannya yaitu abu terbang dan abu padat (FABA) dan ketika FABA berinteraksi dengan air, unsur beracun tersebut dapat terlindikan secara perlahan, termasuk arsenik, boron, kadmium, hexavalent kromium, timbal, merkuri, radium, selenium, dan thallium yang mencemari lingkungan.
Warga Teluk Sepang yang tinggal berdekatan dengan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Bengkulu menyebutkan jika Undang-undang seharusnya menjamin hak hidup layak dan sehat untuk setiap orang, tetapi mengapa rakyat kecil yang selalu dirampas haknya.
"Abu sisa pembakaran atau lebih dikenal dengan FABA diberi kebebasan untuk membunuh rakyat. Padahal sudah banyak korban jiwa, jangan sampai korban bertambah," sebut Harianto.
Di Bengkulu, berdasarkan laporan hasil pemantauan Kanopi Hijau Indonesia bahwa abu sisa pembakaran ditumpuk di tempat pembuangan sementara yang diduga tidak dikelola dengan baik.
Truk pengangkut abu dari silo ke TPS tidak tertutup sehingga abu beterbangan dan bisa membebani lingkungan.
Atas fakta-fakta di atas, FABA yang masuk dalam kategori limbah B3 saja tidak dikelola dengan baik dan sesuai aturan, apalagi jika dikeluarkan dari limbah B3.
Ketua Kanopi Hijau Indonesia, Ali Akbar mengatakan bahwa aturan tersebut akan menjadi ancaman kesehatan bagi warga Kota Bengkulu dan ancaman keselamatan sumber penghidupan bagi nelayan di pesisir barat Sumatera.
"Semua ini berasal dari aturan Omnibus Law yang sejak awal sudah ditolak oleh masyarakat secara luas, baik di akar rumput maupun para akademisi, karena itu solusinya adalah membatalkan sumber dari peraturan ini yaitu UU Omnibus Law Cilaka," kata Ali Akbar.
Koalisi Langit Biru Bengkulu bersama gerakan Bersihkan Indonesia gabungan 39 lembaga mendesak Presiden Jokowi untuk mencabut kebijakan yang menghapus FABA sebagai limbah B3.
Selain itu pihaknya juga mendesak pemerintah untuk segera beralih ke energi terbarukan, sebab transisi energi harus dilakukan secara serius dan dimulai dengan kebijakan phase out atau meninggalkan batubara, bukan justru terus memfasilitasi industri energi batubara yang kotor, rakus dan serakah.
Untuk diketahui aksi ini merupakan bagian dari aksi serentak #BersihkanIndonesia yang juga dilakukan di beberapa daerah seperti di Padang, Pekan Baru, Cilacap, Kaltim, Banten, dan Jakarta.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menghapus limbah batubara hasil pembakaran yaitu Fly Ash dan Bottom Ash (FABA) dari kategori Limbah Bahan Berbahaya Beracun (LB3) melalui PP nomor 22 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2021
"Aksi ini dilakukan sebagai bentuk kritikan kepada Presiden Jokowi yang telah mengeluarkan peraturan yang justru tidak berpihak terhadap keselamatan lingkungan," kata koordinator aksi Budi Franata, Rabu.
Ia menambahkan peraturan ini akan menimbulkan dampak buruk yang luar biasa untuk kehidupan masyarakat di masa yang akan datang sebab saat masih berstatus limbah B3 saja abu pembakaran batu bara telah meracuni lingkungan hingga memperburuk kesehatan warga.
Budi menjelaskan dihapusnya FABA dari daftar limbah B3 adalah keputusan bermasalah dan berbahaya, sebab batu bara mengandung berbagai jenis unsur racun termasuk logam berat dan radioaktif.
Ketika batu bara dibakar di pembangkit listrik, maka unsur beracun tersebut terkonsentrasi pada hasil pembakarannya yaitu abu terbang dan abu padat (FABA) dan ketika FABA berinteraksi dengan air, unsur beracun tersebut dapat terlindikan secara perlahan, termasuk arsenik, boron, kadmium, hexavalent kromium, timbal, merkuri, radium, selenium, dan thallium yang mencemari lingkungan.
Warga Teluk Sepang yang tinggal berdekatan dengan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Bengkulu menyebutkan jika Undang-undang seharusnya menjamin hak hidup layak dan sehat untuk setiap orang, tetapi mengapa rakyat kecil yang selalu dirampas haknya.
"Abu sisa pembakaran atau lebih dikenal dengan FABA diberi kebebasan untuk membunuh rakyat. Padahal sudah banyak korban jiwa, jangan sampai korban bertambah," sebut Harianto.
Di Bengkulu, berdasarkan laporan hasil pemantauan Kanopi Hijau Indonesia bahwa abu sisa pembakaran ditumpuk di tempat pembuangan sementara yang diduga tidak dikelola dengan baik.
Truk pengangkut abu dari silo ke TPS tidak tertutup sehingga abu beterbangan dan bisa membebani lingkungan.
Atas fakta-fakta di atas, FABA yang masuk dalam kategori limbah B3 saja tidak dikelola dengan baik dan sesuai aturan, apalagi jika dikeluarkan dari limbah B3.
Ketua Kanopi Hijau Indonesia, Ali Akbar mengatakan bahwa aturan tersebut akan menjadi ancaman kesehatan bagi warga Kota Bengkulu dan ancaman keselamatan sumber penghidupan bagi nelayan di pesisir barat Sumatera.
"Semua ini berasal dari aturan Omnibus Law yang sejak awal sudah ditolak oleh masyarakat secara luas, baik di akar rumput maupun para akademisi, karena itu solusinya adalah membatalkan sumber dari peraturan ini yaitu UU Omnibus Law Cilaka," kata Ali Akbar.
Koalisi Langit Biru Bengkulu bersama gerakan Bersihkan Indonesia gabungan 39 lembaga mendesak Presiden Jokowi untuk mencabut kebijakan yang menghapus FABA sebagai limbah B3.
Selain itu pihaknya juga mendesak pemerintah untuk segera beralih ke energi terbarukan, sebab transisi energi harus dilakukan secara serius dan dimulai dengan kebijakan phase out atau meninggalkan batubara, bukan justru terus memfasilitasi industri energi batubara yang kotor, rakus dan serakah.
Untuk diketahui aksi ini merupakan bagian dari aksi serentak #BersihkanIndonesia yang juga dilakukan di beberapa daerah seperti di Padang, Pekan Baru, Cilacap, Kaltim, Banten, dan Jakarta.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menghapus limbah batubara hasil pembakaran yaitu Fly Ash dan Bottom Ash (FABA) dari kategori Limbah Bahan Berbahaya Beracun (LB3) melalui PP nomor 22 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2021