BNPT: Kelompok radikalisme selalu benturkan negara dan agama
Selasa, 8 September 2020 14:46 WIB 1151
Palu (ANTARA) - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyatakan bahwa kelompok intoleransi, radikalisme dan terorisme selalu membenturkan agama dan negara.
"Iya, dalam proses merekrut dan propaganda, mereka selalu benturkan agama dan negara. Contohnya mereka gencarkan membandingkan antara khilafah dan Pancasila," ucap Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Pol Ahmad Nurwakhid di Palu, Selasa.
Pernyataan Brigjen Pol Ahmad Nurwakhid disampaikan dalam seminar nasional pencegahan radikalisme dan terorisme melibatkan civitas akademik melalui FKPT Sulteng bertajuk "Jaga Kampus Kita" berlangsung di Universitas Tadulako Palu, Rabu.
Di hadapan civitas akademik Untad Palu, Ahmad Nurwakhid mengemukakan bahwa radikalisme dan terorisme tidak dimonopoli oleh satu agama, satu aliran atau satu sekte tertentu.
Dia menyebutkan bahwa paham radikalisme dan terorisme itu ada di semua agama, aliran kepercayaan dan sekte, sehingga perlu diwaspadai serta dicegah oleh semua kalangan masyarakat.
"Faham dan gerakan ini ada di semua agama, mereka tidak mengenal agama, sekte dan aliran kepercayaan tertentu. Olehnya setiap individu manusia berpotensi terpapar faham dan gerakan ini," ujarnya.
Tidak adanya monopoli radikalisme dan terorisme dalam satu agama tertentu, kata Ahmad Nurwakhid, karena setiap agama tidak mengajarkan tentang kekerasan. Sebaliknya agama mengajarkan tentang perdamaian, kasih dan sayang kepada setiap pemeluknya.
"Hanya saja agama paling seksi untuk dipolitisasi dalam faham radikalisme dan terorisme ini," sebutnya.
Salah satu penyebab adanya gerakan itu, kata Ahmad Nurwakhid, karena adanya ideologi yang menyimpang. Sementara ideologi yang menyimpang ada pada setiap individu manusia. Kemudian ideologi yang menyimpang tersebut menjadi motif untuk memaksimalkan faham tersebut.
Dia menerangkan terdapat tiga indikator radikalisme dan terorisme, yakni penggunaan ideologi agama dimana agama dimanipulasi, dipolitisasi sehingga cenderung menggunakan segala cara untuk mencapai tujuan mereka.
Selanjutnya takfiri, yaitu cara pandang yang selalu menyalahkan, mengkafirkan kelompok/faham yang tidak sepaham dan sependapat dengan mereka.
"Di sinilah lahir intoleransi, karena yang tidak sepaham dengan mereka, dianggap salah, dianggap bid'ah, dianggap kafir dan sesat," urai dia.
Terakhir, kelompok radikalisme dan terorisme anti tasawuf dan thareqat.
"Iya, dalam proses merekrut dan propaganda, mereka selalu benturkan agama dan negara. Contohnya mereka gencarkan membandingkan antara khilafah dan Pancasila," ucap Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Pol Ahmad Nurwakhid di Palu, Selasa.
Pernyataan Brigjen Pol Ahmad Nurwakhid disampaikan dalam seminar nasional pencegahan radikalisme dan terorisme melibatkan civitas akademik melalui FKPT Sulteng bertajuk "Jaga Kampus Kita" berlangsung di Universitas Tadulako Palu, Rabu.
Di hadapan civitas akademik Untad Palu, Ahmad Nurwakhid mengemukakan bahwa radikalisme dan terorisme tidak dimonopoli oleh satu agama, satu aliran atau satu sekte tertentu.
Dia menyebutkan bahwa paham radikalisme dan terorisme itu ada di semua agama, aliran kepercayaan dan sekte, sehingga perlu diwaspadai serta dicegah oleh semua kalangan masyarakat.
"Faham dan gerakan ini ada di semua agama, mereka tidak mengenal agama, sekte dan aliran kepercayaan tertentu. Olehnya setiap individu manusia berpotensi terpapar faham dan gerakan ini," ujarnya.
Tidak adanya monopoli radikalisme dan terorisme dalam satu agama tertentu, kata Ahmad Nurwakhid, karena setiap agama tidak mengajarkan tentang kekerasan. Sebaliknya agama mengajarkan tentang perdamaian, kasih dan sayang kepada setiap pemeluknya.
"Hanya saja agama paling seksi untuk dipolitisasi dalam faham radikalisme dan terorisme ini," sebutnya.
Salah satu penyebab adanya gerakan itu, kata Ahmad Nurwakhid, karena adanya ideologi yang menyimpang. Sementara ideologi yang menyimpang ada pada setiap individu manusia. Kemudian ideologi yang menyimpang tersebut menjadi motif untuk memaksimalkan faham tersebut.
Dia menerangkan terdapat tiga indikator radikalisme dan terorisme, yakni penggunaan ideologi agama dimana agama dimanipulasi, dipolitisasi sehingga cenderung menggunakan segala cara untuk mencapai tujuan mereka.
Selanjutnya takfiri, yaitu cara pandang yang selalu menyalahkan, mengkafirkan kelompok/faham yang tidak sepaham dan sependapat dengan mereka.
"Di sinilah lahir intoleransi, karena yang tidak sepaham dengan mereka, dianggap salah, dianggap bid'ah, dianggap kafir dan sesat," urai dia.
Terakhir, kelompok radikalisme dan terorisme anti tasawuf dan thareqat.