Bengkulu (Antara-IPKB) - Penggerakkan program Kependudukan dan Keluarga Berencana (KKB) di Provinsi Bengkulu masih lemah, demikian itu dinilai berdasarkan hasil mini survei pada 2011 menyebutkan tingginya angka kehamilan yang tidak diinginkan.
Berdasarkan hasil Mini Survei Pemantauan Pasangan Usia Subur (PUS) pada 2011 terhadap wanita hamil berdasarkan keinginan di Provinsi Bengkulu menyebutkan, tingginya angka kehamilan yang tidak diinginkan terjadi di Kabupaten Bengkulu Tengah dan Kepahiang.
Hal demikian itu disampaikan Kepala Sub Bidang Penetapan Parameter Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Bengkulu Agus Supardi kepada wartawan di kantornya belum lama ini.
"Kehamilan tidak diinginkan di Kabupaten Kepahiang sebesar 7,5 persen dan Bengkulu Tengah mencapai 12,6 persen," jelas Agus.
Mini survei itu merilis secara komulatif Provinsi Bengkulu menyebutkan angka kehamilan yang tidak diinginkan sebesar 2,6 persen.
Angka tersebut tidak dapat dipandang remeh karena hal itu akan memengaruhi kesehatan ibu dan bayi lahir serta keberlangsungan program KB.
Sementara, memperhatikan kondisi tersebut juga dapat menyebabkan kehamilan dan kelahiran berisiko. Dari hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2012, menyebutkan 56 persen kelahiran di Bengkulu berisiko tinggi.
Diantaranya sebesar 31 persen resiko tidak dapat dihindari dan 25 persen resiko tinggi.
Menurut dia, tingginya tingkat kehamilan tidak diinginkan wanita di dua wilayah tersebut dapat disebabkan masih terjadinya disfaritas kontrasepsi, dengan demikian menyebabkan angka droup out (DO) dan terjadi kehamilan yang tidak diinginkan bagi wanita, ujarnya.
Merujuk kondisi tersebut dapat juga diketahui bahwa angka unmet need berdasarkan SDKI 2012 meningkat dari 6,1 menjadi 9,1 persen dan angka prevalensi pemakaian kontrasepsi turun dari 73 menjadi 64 persen dibanding SDKI 2007.(pen)