Jakarta (ANTARA) - "Ito" (judul Jepang: Itomichi") merupakan film fitur sutradara Satoko Yokohama di tahun 2021, dan berhasil memenangkan Grand Prix and Audience Award di Osaka Asian Film Festival 2021.
Film ini diadaptasi dari seri pertama dari tiga novel remaja karya Osamu Koshigaya yang diserialkan dan diterbitkan antara 2011 hingga 2016. Novel-novelnya berlatar di Prefektur Aomori, tempat kelahiran Yokohama dan juga dari aktris utama film tersebut, Ren Komai.
Sesuai judulnya, film menceritakan seorang gadis sekolah menengah bernama Ito Soma, yang tinggal bersama ayah dan neneknya di Prefektur Aomori di utara Jepang.
Ito (Ren Komai) merupakan anak yang sangat tertutup dan tidak punya banyak teman. Dia tidak lagi menyentuh shamisen, alat musik yang diturunkan kepadanya sejak kematian ibunya, yang merupakan warisan dari generasi ke generasi.
Singkat cerita, dia melamar pekerjaan sambilan di sebuah maid cafe dan berhasil direkrut. Semua pekerja senior di sana memiliki karakter dan kepribadian masing-masing, seperti seorang ibu tunggal yang berusia lebih tua dan seorang calon seniman komik (manga-ka).
Karena Ito dikelilingi para pelanggan reguler yang asing namun menarik, dia pun perlahan membuka diri kepada mereka.
Kemudian, pada suatu hari datanglah sebuah kesempatan untuk memainkan shamisen yang selama ini dia simpan.
Jika dibedah satu per satu, "Ito" memiliki banyak elemen yang terasa menyegarkan dan unik. Mari dimulai dari latar tempat film ini diambil, yaitu Aomori. Dengan kedekatan yang dimiliki oleh sutradara Yokohama dan aktris Ren Komai, membuat cerita drama coming of age ini begitu menawan untuk disimak.
Pengetahuan keduanya yang mendalam tentang cara hidup Aomori membantu membuat film lebih unik dan bermakna, ditambah dengan sentuhan komedi yang menghangatkan hati.
Sutradara Yokohama berhasil membentuk karakter Ito menjadi begitu kuat. Penonton diajak untuk mengikuti perjalanan Ito -- seorang gadis remaja yang akhirnya menemukan suaranya di sebuah babak awal dalam fase kehidupannya.
Ito pun terus-menerus mencari jawaban sendiri sambil mendorong dirinya untuk berkomunikasi dengan orang lain.
Melalui interaksi inilah, dia perlahan-lahan menyadari bahwa kemampuannya untuk berkomunikasi adalah sesuatu yang secara intrinsik terkait dengan budaya dan latar belakangnya, termasuk kehadiran shamisen yang telah ia kenal sejak dini.
Shamisen tak hanya menjadi sebuah alat musik yang indah untuk dimainkan, namun juga menjadi sebuah media bagi Ito untuk mengekspresikan dirinya yang sesungguhnya.
Sementara itu, film ini memiliki judul Jepang "Itomichi" -- yang bisa diartikan secara literal maupun secara metaforis.
Dua kanji dalam kosa kata itu, jika diterjemahkan secara literal masing-masing bermakna benang/tali (ito) dan jalan (michi). Di sisi lain, "itomichi" juga dapat diartikan sebagai alur yang terbentuk di paku pemain shamisen saat memainkan senar.
Ini adalah sesuatu yang dimiliki antara Ito, ibu dan neneknya, namun, juga dapat berdiri sebagai metafora untuk dampak budaya dan sejarah terhadap karakter dan jiwa seseorang.
Kanji benang dan jalan juga menunjukkan ikatan antara tiga generasi perempuan dan menginformasikan perjalanan karakter utama saat dia menemukan kembali bagian-bagian dirinya yang tidak dia ketahui dengan baik -- faktor-faktor yang mengarah pada aktualisasi diri dari kepribadiannya.
Singkatnya, film dan para pemainnya memberikan kisah yang meyakinkan tentang seorang wanita muda yang belajar berkomunikasi untuk dirinya sendiri melalui budayanya sambil juga berhubungan kembali dengan akar keluarga.
Ren Komai yang memerankan Ito merupakan bintang yang paling bersinar di film ini. Ia begitu terampil membawakan karakter yang cukup kompleks dan canggung dengan komedi dan drama yang menyentuh. Pun dengan dinamika keluarga dan pertemanan yang berhasil dibentuk oleh Ito.
Seperti yang disebutkan sebelumnya, sutradara Yokohama adalah penduduk asli Aomori, dan ia berhasil membawa audiens untuk menjelajahi prefektur di utara Jepang ini dengan begitu cantik.
Adegan yang disajikan frame by frame memiliki estetika tersendiri yang rasanya menyegarkan untuk disaksikan, terlebih jika penonton sudah sangat terbiasa menonton film Jepang dengan latar kota-kota besar seperti Tokyo atau Osaka.
Semua lokasi di Aomori yang tak hanya menyenangkan untuk dilihat, juga memberikan wawasan akan kota-kota kecil, lereng gunung yang diselimuti kabut, dan jalan pedesaan yang memberikan gambaran otentik kehidupan di sana.
Tak hanya menyuguhkan visual yang cantik dengan warna-warna hangat, "Ito" juga menggelitik pendengaran penonton dengan dialek lokal Aomori yaitu Tsugaru-ben. Ini merupakan pengalaman baru, baik bagi mereka yang awam maupun mereka yang sudah akrab dengan sinema Jepang pada umumnya.
Aspek budaya yang kental dalam "Ito", selain muncul dari shamisen dan dialek lokal, juga muncul di latar maid cafe. Maid cafe merupakan salah satu budaya pop Jepang dimana para tamu akan dijamu dengan maid dan butler untuk menikmati hidangan yang disajikan di kafe tersebut.
Sutradara Yokohama juga memasukkan kepekaan gender ke dalam cerita, dan memberikan wawasan akan budaya ini serta hal-hal lain yang mengikutinya, seperti penggemar fanatik dari seorang maid.
Secara keseluruhan, "Ito" merupakan sebuah kisah yang segar dan menyentuh tentang seorang gadis muda yang keluar dari cangkangnya, dan tentang ikatan keluarga yang begitu berharga.
Budaya maid cafe yang kontemporer dan spesifik dari Tokyo disandingkan dengan musik shamisen tradisional dari Aomori juga memberikan wawasan tentang keunikan dan kekayaan budaya Jepang.
"Ito" merupakan salah satu film yang akan ditayangkan di Japanese Film Festival (JFF) Online 2022 pada 14-27 Februari 2022.
JFF Online menampilkan sebanyak 20 film Jepang pilihan dari beragam genre secara gratis dan daring di situs JFF di https://jff.jpf.go.jp/watch/jffonline2022/.
"Ito", perjalanan mencari makna keluarga dan jati diri
Selasa, 15 Februari 2022 7:34 WIB 948