Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengapresiasi perbankan termasuk BNI yang telah agresif dalam melakukan pembiayaan hijau.
"Lembaga keuangan termasuk perbankan sudah mulai merespon terkait perubahan paradigma dari fosil ke energi hijau. Itu sangat baik, sejalan dengan proses transisi energi," kata Dadan dalam keterangan resmi, Minggu.
Menurut Dadan, berbagai pihak sedang berusaha untuk mencari terobosan agar transisi energi saat ini bisa berjalan lebih cepat, tetapi hal tersebut dianggapnya tidak murah, karena ada biaya tambahan, misalnya untuk mempercepat pensiun PLTU batubara.
"Biaya tersebut bukan sebagai biaya baru, tetapi karena memang ada pertambahan kebutuhan terhadap energi akibat pertumbuhan ekonomi," jelasnya.
Corporate Secretary BNI Mucharom mengatakan BNI terus melakukan ekspansi berkualitas dengan mempertimbangkan compliance terhadap ketentuan regulator, upaya perlindungan lingkungan hidup, dan pemenuhan ketentuan internal tanpa meninggalkan pertimbangan bisnis.
"Sebagai pelopor dari green banking, kami terus mencari peluang ekspansi segmen hijau sambil proaktif mengajak nasabah dan investor untuk lebih tertarik pada pengembangan segmen ekonomi berkelanjutan ini," ujarnyaSejak Januari hingga Maret 2022 BNI cukup agresif mengucurkan pembiayaan hijau ke berbagai segmen yang terlihat dari portofolio hijau BNI (hanya bank) per Maret 2022 mencapai Rp170,5 triliun atau tumbuh 21,8 persen secara tahunan.
Mucharom memaparkan nilai portofolio hijau tersebut setara dengan 28,9 persen dari total portofolio kredit perseroan dimana mayoritas penerima kredit adalah pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
“Portofolio hijau kami cukup ekspansif, awal tahun ini pertumbuhannya 21,8 persen. Penopangnya yaitu terbanyak dari kredit di UMKM dan ini dikarenakan program pendampingan yang dilakukan BNI memberikan dampak positif ke ekosistem masyarakat,” katanya.
Dia merinci, pembiayaan untuk UMKM dan pemberdayaan sosial ekonomi memiliki porsi terbesar yakni mencapai Rp115,2 triliun, kemudian pembiayaan untuk pengelolaan sumber daya alam hayati dan tata guna lahan yang berkelanjutan sebesar Rp14,9 triliun, dan pembiayaan ke sektor energi baru terbarukan (EBT) senilai Rp10,3 triliun.
"Berikutnya, kami juga memiliki eksposur pembiayaan untuk pencegahan polusi senilai Rp6,8 triliun, dan pembiayaan hijau lainnya Rp23,3 triliun," sebutnya.