Bengkulu (Antara) - Gubernur Provinsi Bengkulu bersama Kepala Kepolisian Daerah setempat turun langsung untuk membantu menyelesaikan penyegelan salah satu sekolah dasar di Kota Bengkulu oleh pihak yang mengaku sebagai ahli waris tanah.
"Penyegelan sekolah ini sangat merugikan siswa yang sekolah di sini, kita mencoba agar permasalahan tidak mengganggu aktivitas belajar mengajar, apa lagi tak lama lagi siswa akan ikut Ujian Nasional dan ujian kenaikan kelas," kata Gubernur Provinsi Bengkulu Junaidi Hamsyah, Senin.
Agar permasalahan kepemilikan tanah yang diklaim milik salah seorang warga Kota Bengkulu, yakni keluarga Atiyah tidak berlarut dan berimbas terhambatnya proses belajar mengajar di SD Negeri 62 Kota Bengkulu tersebut, Pemerintah Provinsi Bengkulu menganggarkan APBD untuk mendirikan bangunan sekolah baru.
"Kami anggarkan untuk pembangunan sekolah jika Pemkot Bengkulu menyediakan lahan, sudah beberapa kali sekolah ini disegel ahli waris tanah sehingga siswa tidak bisa belajar dengan tenang," kata dia.
Sementara itu Kapolda Bengkulu Brigjen Pol Tatang Soemantri mengatakan pihaknya telah meminta agar akses ke sekolah dibuka sehingga siswa bisa belajar seperti biasa.
"Jangan siswa dibebankan dengan pikiran yang tidak baik, urusan ini adalah urusan pemerintah daerah dan kepolisian, jangan anak jadi korban, setelah kita minta, pihak ahli waris tanah sudah membuka segel sekolah, tadi malam sudah dibuka, hari ini siswa bisa belajar," ucapnya.
Dia mengatakan, pihaknya akan mengawal penyelesaian permasalahan tanah lokasi SDN 62 berdiri tersebut hingga tuntas sehingga tidak mengorbankan masa depan siswa yang belajar di sekolah itu.
"Saya dan gubernur akan mengawal ini hingga selesai. Ada dua opsi, yakni membangun sekolah di lokasi baru, namun jika opsi tersebut akan mengeluarkan biaya yang cukup besar maka opsi lainnya yaitu membeli tanah ini dari ahli waris," kata Kapolda.
Mengenai penyegelan sekolah dengan memagari lokasi menggunakan atap seng, menurut Kapolda Bengkulu, hal tersebut tidak termasuk tindak pidana walaupun mengganggu aktifitas pendidikan.
"Tanah ini adalah haknya dan bersertifikasi, kalau merasa hak pemilik tanah mungkin digunakan tidak semestinya, dia memiliki hak untuk menutup, karena tanah itu milik dia (keluarga Atiyah)," ujar Kapolda.