Bengkulu (ANTARA Bengkulu) - Industri briket batu bara di Kelurahan Kandang, Kecamatan Kampung Melayu, Kota Bengkulu, Provinsi Bengkulu kesulitan modal, akibatnya usaha ini berjalan tersiok-siok, sedangkan permintaan barang tersebut dari konsumen cukup tinggi.
"Kami sebagai pekerja acapkali menganggur karena tidak ada bahan baku untuk diolah menjadi briket, sedangkan kapasiats pabrik cukup besar," kata seorang pekerja industri briket batu bara Bengkulu Saridin (56) di Bengkulu, Kamis.
Ia mengatakan, meskipun upah yang didapatnya relatif rendah, tapi jika stok bahan baku batu bara cukup bisa meningkatkan pendapatan, namun selama ini tidak pendapatanya tidak sesuai yang diharapkan.
Upah membuat briket batu bara diterimanya Rp80.000/ton. Jika stok bahan baku ada bisa memproduksi rata-rata di atas 100 ton/bulan, namun nyatanya sekarang paling tinggi hanya 60 ton/bulan.
Sedangkan permintaan dari industri rumah tangga dan perusahaan kereta api dari Kota Lubuklinggau, Sumsel mencapai 40 ton/minggu, tapi order tersebut tidak bisa dipenuhi pihaknya karena kurangan bahan baku.
Apalagi permintaan industri tahu tempe di Semedang Jawa Barat setiap bulan mencapai 90 ton juga tidak bisa dipenuhi karena bahan baku terbatas, padahal tenaga kerja bisa ditambah bila stok bahan baku cukup, katanya.
Industri briket batu bara yang dikelola Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) PT Bengkulu Mandiri itu, sejak delapan tahun terakhir jalan di tempat dan terkesan kekurangan modal, katanya.
"Saya bekerja di industri itu sudah delapan tahun, namun produksinya tidak ada peningkatan," katanya.
Anggoat DPRD Provinsi Bengkulu M Sis Rahman menilai, pengelolaan industri briket batu bara itu tidak serius karena suntikan modal usaha diberikan Pemprov Bengkulu setiap tahun cukup besar.
"Kami mempertanyakan keseriusan pengelola BUMD tersebut karena hampir semua jenis usahanya tersendat-sendat dan jalan ditempat," tandasnya.(Z005)