Beijing (Antara) - Kue bulan menjadi sajian kuliner khas dalam perayaan pertengahan musim gugur (zhong qiu jie) di Tiongkok, termasuk perayaan yang dilakukan etnis Tionghoa di Indonesia.
Perayaan pertengahan musim gugur jatuh setiap tanggal 15 bulan ke delapan menurut penanggalan Tiongkok, yang menurut kalender Masehi jatuh pada Senin (8/9).
Masyarakat Tiongkok mulai Sabtu (6/9) libur menyambut musim gugur yang ditandai dengan festival pertengahan musim gugur atau yang dikenal dengan festival kue bulan di Indonesia.
Semarak menyambut festival pertengahan musim gugur antara lain ditandai dengan saling berbagi kue bulan yang kini makin beragam rasa dan warna, serta bentuknya.
Perayaan tersebut merupakan salah satu yang penting bagi masyarakat Tiongkok, ajang berkumpulnya seluruh anggota keluarga, bersembahyang bersama dan menikmati kue bulan dan teh di bawah sinar bulan purnama.
Asal mula perayaan ini pun bervariasi, yang paling terkenal adalah legenda Houyi dan Chang E. Zaman dahulu bumi dikelilingi 10 matahari, akibatnya bumi kekeringan. Kaisar Langit mengadakan sayembara untuk memanah 9 matahari dan menyisakan satu untuk kehidupan di bumi. Houyi berhasil memanah 9 matahari, kemudian dia dihadiahi ramuan keabadian.
Dengan bangga dia pulang ke rumah dan memberikan ramuan itu kepada istrinya, Chang E, untuk disimpan. Suatu hari ada orang yang ingin mencurinya, namun oleh Chang E ramuan itu diminum seluruhnya. Tubuh Chang E menjadi ringan dan dia melayang ke bulan.
Ketika Houyi pulang ke rumah dan mendapati istrinya terbang ke bulan, ia sangat sedih. Tetapi keajaiban masih berpihak pada Houyi dan Chang E yaitu setahun sekali , tanggal 15 bulan 8 penanggalan lunar, akan muncul jembatan yang menghubungkan bumi dan bulan, sehingga Houyi dan Chang E dapat bertemu.
Kue bulan menjadi sajian utama dalam perayaan pertengahan musim gugur.
Manajer Penjualan perusahaan roti Daoxiangcun di Beijing, Li Jiu mengatakan pihaknya khusus beroperasi sejak pukul 07.00 hingga 19.00 waktu setempat untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan kue bulan.
"Kami membuat kue bulan dengan beragam rasa, dan kemasan mulai dari yang desainnya kualitas tinggi hingga ke desain yang lazim bagi masyarakat kebanyakan. Sebagian kami juga membut sesuai pesanan," ungkapnya.
Mendekati hari perayaan, pihaknya telah menjual sekitar 40 ribu kue bulan. "Sebagian masyarakat masih memilih kue bulan dengan isi kacang merah dan pasta bunga teratai yang merupakan pilihan rasa tradisional. Meski begitu kami mulai menyajikan dengan isian yang berbeda, seperti rasa buah dan kopi," kata Li Jiu.
Ragam Kue Bulan
Kue bulan menjadi simbol dari perayaan pertengahan musim gugur di Tongkok, termasuk di Indonesia khususnya sejak era Pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid.
Kue tersebut sudah ada sejak Dinasti Han (206 SM ¿ 221 M) dengan sebutan "Kue Hu", karena isinya terdiri dari wijen dan kacang kenari berasal dari kelompok etnik Hu.
Nama "Kue Bulan", mulai dikenal sejak Disnati Tang (618-907 M), nama itu bermula ketika pada suatu perayaan festival ini, Kaisar Xuan Zong ditemani selirnya menyicipi Kue Hu dan kagum akan rasanya , sang selir menatap ke langit malam dan melihat bulan purnama, kemudian ia menamai Kue Hu menjadi Kue Bulan. Pada Dinasti Song (960-1279AD) kue bulan juga disebut dengan nama "kue kecil" dan "bola bulan".
Secara umum kue bulan berbentuk bundar atau persegi dengan diameter berkisar antara 10 sentimeter dan ketebalan empat sampai lima sentimeter. Bersisi pasta padat dan liat di dalam kulit tipis sekitar dua hingga tiga milimeter. Di tengah kue bulan biasa berisi satu hingga empat kuning telor asin. Jenis kue bulan sangat bervariasi, dapat dibedakan berdasarkan jenis wilayah asal, isi, dan jenis kulit.
Berdasarkan wilayah asalnya, dapat dibagi menjadi kue bulan, "Cantonese style", "Suzhou style", "Beijing style" , "Chaoshan (Tiouciu) style" dan "Yunnan style". Kue bulan "Cantonese style" yang paling mendunia, berasal dari provinsi Guangdong . Kue jenis ini kulitnya tebal dan lembut, isinya pun bervariasi.
"Suzhou style", isinya lemak binatang, gula dan tepung. Jenis ini banyak didapati di Indonesia. Kulitnya berwarna pucat , berlapis- lapis dan tipis, seperti pastry negeri Barat. "Beijing style" mempunyai dua variasi, yaitu qiang, mirip dengan "Suzhou style" . Satu lagi disebut "fan mao", kulitnya cenderung lebih mudah hancur, "Chaoshan (tiouciu) style" , kulitnya mudah hancur dan diameternya lebih besar daripada "Cantonese style", tetapi lebih tipis. Sementara Yunnan style, rasanya cenderung lebih manis, dan terdapat di Provinsi Yunnan.
Sementara isi kue bulan ini pun beraneka ragam, ada yang isi pasta biji bunga teratai (lian rong), isi tausa (dou sha), kacang merah , mung bean atau kacang hitam, dan pasta jujube atau kurma, serta lima jenis kacang (wu ren-go jin).
***3***