Kendari (Antara) - Pemilihan kepala daerah (pilkada) tidak langsung yang diputuskan DPR RI, sama saja memindahkan potensi konflik di masyarakat ke lembaga Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
"Dengan mengembalikan pilkada kepada anggota perwakilan rakyat di DPRD, DPR sesungguhnya telah memindahkan potensi konflik pada setiap penyelenggaraan pilkada langsung di daerah kepada DPRD," kata anggota DPRD Sultra, Nursalam Lada di Kendari, Jumat.
Menurut dia, potensi konflik di DPRD, bukan hanya mengancam keamanan gedung DPRD melainkan juga mengancam keselamatan anggota anggota DPRD bersama keluarganya.
Boleh jadi ujarnya, tim sukses pasangan calon kepala daerah yang tidak terpilih, melampiaskan kekecewaan di gedung DPRD dan anggota dewan bersama keluarganya.
"Kalau itu terjadi, maka menjadi anggota dewan sangat tidak nyaman karena diri dan keluarga terancam menjadi sasaran kemarahan masyarakat," katanya.
Ia mengatakan, ancaman terhadap anggota dan keluarga anggota dewan akan muncul menjelang pilkada dan setelah pilkada.
Sebelum pilkada, para tim sukses boleh saja mengancam bahkan menculik anggota dewan agar memilih calon kepala daerah yang mereka kehendaki.
"Setelah pilkada, anggota dewan dan keluarganya bisa menjadi sasaran kemarahan massa yang jagonya dalam pilkada tidak terpilih," katanya.
Menurut dia, penyelenggaraan pilkada oleh anggota DPRD hanya keinginan segelintir elite partai di tingkat nasional.
Rakyat sebagai pemegang hak kedaulatan, kata dia, tetap menginginkan pilkada langsung seperti yang sudah dilaksanakan dalam sembilan tahun terakhir.
"Makanya, saya melihat keputusan DPR yang menyetujui pilkada dilaksanakan oleh DPRD melalui UU pilkada ini, sama merampas hak-hak demokrasi warga negara," katanya. ***1***