Mengenal Steven Mesah pencinta mangrove di selatan NKRI
Selasa, 20 Juni 2023 13:26 WIB 1191
Pria yang tak lulus sekolah dasar (SD) tersebut, pada awalnya bersama sejumlah warga di kawasan pesisir tersebut tidak memahami betul manfaat dari pohon mangrove yang tumbuh di pesisir pantai.
Terkadang pohonnya ditebang dan bahkan tak menganggap bahwa pohon tersebut ada dan telah membantu menjaga kawasan pesisir tersebut.
Sampai akhirnya pada Agustus tahun 2022 ada sosialisasi dari Pemerintah pusat terkait manfaat dari tanaman yang tumbuh di pesisir pantai tersebut.
Tak hanya tanaman mangrove, sosialisasi juga terkait bagaimana menjaga biota langka, terumbu karang, yang menjadi lokasi bersembunyinya plankton-plankton.
Steven yang sudah melaut kurang lebih 40 tahun secara turun temurun tersebut juga mengaku cukup sulit untuk merawat dan menjaga mangrove yang sudah ditanam.
Apalagi di saat cuaca buruk atau cuaca ekstrem wilayah pesisir selalu dihantam oleh gelombang dan hal itu dapat merusak pesisir pantai tersebut jika tidak ditanami mangrove.
Baginya tak masalah jika saat ini dia dan orang tua lainnya di desa itu yang menanam, namun kelak akan dirasakan dan dinikmati oleh anak cucu mereka di tahun-tahun yang akan datang.
Dia tahu bahwa yang menanam tidak akan merasakan manfaat langsung, tetapi setidaknya jika sudah tumbuh akan dirasakan oleh anak cucu mereka, dan manfaatnya akan sangat baik.
Apalagi setelah masuknya Program The Arafura and Timor Seas Ecosystem Action Phase II (ATSEA-2) yang didanai Global Environment Facility (GEF) dan diimplementasi oleh United Nations Development Programme (UNDP) bekerja sama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) juga memberikan pencerahan kepada warga di desa tersebut terkait manfaat dari buah mangrove tersebut.
Program fase dua yang sudah berjalan sejak tahun 2019 mencakup empat negara; Australia, Indonesia, Papua New Guinea, dan Timor-Leste. Di Indonesia, ATSEA-2 berfokus di tiga wilayah kerja, yaitu Kepulauan Aru di Maluku, Merauke di Papua Selatan, dan Rote Ndao di NTT. Di Rote Ndao sendiri, ATSEA-2 berfokus pada pelatihan kepada masyarakat pesisir untuk mengelola hasil laut sebagai pendorong peningkatan ekonomi, sehingga masyarakat pesisir tidak hanya fokus pada tangkapan ikan, tetapi bisa memanfaatkan potensi lain yang ada di pesisir pantai sebagai salah sumber penghidupan.
Perda
Pemerintah Kabupaten Rote Ndao, Provinsi NTT, merasa penting bahwa diperlukan peraturan daerah (perda) untuk mendukung perlindungan wilayah pesisir di daerah itu.
Perda tersebut saat ini masih dalam pembahasan dan menunggu sidang ke-3 dengan DPRD Kabupaten Rote Ndao. Pada dasarnya isi dari perda tersebut sudah digodok oleh Kanwil Kemenkumham NTT di Kupang.
Diharapkan pada Agustus nanti perda ini bisa segera disahkan sehingga perlindungan terhadap wilayah pesisir sudah ada dasar hukumnya.
Perda yang nantinya segera diberlakukan itu tidak hanya berisi tentang larangan atau perintah untuk tidak boleh melakukan sesuatu, tetapi juga mengatur tentang bagaimana agar hasil laut yang ada di kawasan pesisir bisa dikelola oleh masyarakat sekitar menjadi sesuatu yang bernilai ekonomi.
Selain itu, perda tersebut berisi tentang masalah sampah di wilayah pesisir yang sering menjadi pembicaraan wisatawan karena dapat merusak lingkungan, khususnya ekosistem dalam laut.
Sampah itu bukan hanya plastik, tetapi juga sampah yang dihasilkan dari limbah-limbah kapal, seperti minyak yang digunakan oleh para nelayan juga diharapkan tidak dibuang di sembarang tempat di laut. Salah satu solusinya digali lubang di darat lalu limbahnya dimasukkan, sehingga tidak merusak wilayah pesisir.