Bengkulu (Antara-IPKB) - Sekretaris Ikatan Pemerhati dan Peduli Demografi Indonesia (IPADI) Provinsi Bengkulu Timbul P Silitonga menyebutkan, kondisi kependudukan di Bengkulu saat ini belum menjanjikan akan mendapat peluang bonus demografi.
Kondisi kependudukan saat ini masih menggambarkan peluang bonus demografi bisa menjadi berkah atau petaka. Melihat gambaran laju pertumbuhan penduduk relatif tinggi 1,67 persen. Kualitas sumber daya manusia dan tenaga kerjaan pun masih tergolong rendah.
"Pada 2014 pekerja yang berpendidikan rendah masih mencapai 61,6 persen" kata Timbul di BEngkulu belum lama ini.
Tetapi, peluang masih tetap ada untuk menjadikan bonus demografi sebagai berkah bagi daerah ini, jika dapat mengelola bidang kependudukan dalam beberapa sektor.
Dalam kurun 2010-2020 angka beban ketergantungan cendrung menurun atau di bawah 50 (2 orang penduduk usia produktif menanggung beban 1 orang penduduk usia non produktif).
Suplai tenaga kerja yang besar meningkatkan pendapatan per kapita apabila mendapat kesempatan kerja yang produktif
Peranan perempuan yang juga memasuki pasar kerja, membantu peningkatan pendapatan. Modal manusia yang besar apabila ada investasi untuk pembangunan manusia. Beberap hal tersebut merupakan modal untuk meraih bonus demografi.
Ia menyebutkan, bonus demografi, dimana angka beban ketergantungan (DR) kurang dari 50 persen (jendela peluang atau the window oppurtunity) 1 (satu) orang usia non produktif (0-14 tahun dan 65+) ditanggung 2 (dua) orang usia produktif (15-64 tahun), sudah dimulai sejak tahun 2012.
Dan bonus demografi, keuntungan ekonomis yang disebabkan penurunan rasio ketergantungan akibat penurunan angka kelahiran dan kematian dalam jangka panjang - peluang emas meningkatkan kesejahteraan penduduk Bengkulu.
Timbul menambahkan, untuk meraih bonus demografi di Bengkulu masih terdapat beberapa tantangan, kualitas SDM (penduduk) rendah, kualitas SDM tenaga kerja rendah, produktivitas tenaga kerja rendah serta daya serap lapangan kerja di sektor produktif pun masih tergolong rendah, katanya.
Bahkan, tambah Timbul P Silitonga, pekerja sektor informal relatif tinggi. "Hingga Agustus 2014 sebesar 65,8 persen, itu sebesar 19,8 persen merupakan pekerja keluarga atau pekerja yang tidak dibayar,".
Menurut dia, mengatasi hal tersebut perlu investasi diluar sektor pertanian, agar terjadi transformasi pekerja dari sektor pertanian ke sektor lainnya. Dan upaya peningkatan kualitas SDM maka angka partisipasi murni (APM) harus ditingkatkan.(rs)