Era pendidihan global harus bisa sadarkan pelaku konflik Rusia-Ukraina
Senin, 31 Juli 2023 11:08 WIB 1255
Bahkan, Guterres juga menyatakan bahwa musim panas kali ini adalah "musim panas yang kejam" bagi sebagian besar kawasan Amerika Utara, Asia, Afrika, serta Eropa.
Perkiraan WMO pada awal Juli memperingatkan adanya peluang 90 persen El Nino akan berlanjut pada paruh kedua 2023, yang berpotensi memecahkan rekor suhu dan memicu panas ekstrem di berbagai belahan dunia, termasuk lautan.
Kantor berita Anadolu melaporkan bahwa gelombang panas berbahaya akan terus melanda wilayah Pantai Timur dan dataran tengah Amerika Serikat (AS) selama akhir pekan ini yang memicu Dinas Cuaca Nasional (NWS) mengeluarkan peringatan sengatan panas bagi jutaan orang.
Lebih dari 190 juta orang, atau 60 persen dari populasi AS, diminta mewaspadai sengatan panas atau banjir sejak Kamis (27/7), menurut NWS.
Baca juga: Kemenhan Inggris tak sengaja kirimkan surel ke sekutu Rusia
Tidak hanya di AS, Anadolu juga menyebutkan bahwa Meksiko juga terkena dampak parah, dengan suhu melewati 40 derajat Celsius, serta Iran, yang kerap dikenal memiliki musim panas yang terik, mengalami suhu mencapai angka yang mengejutkan di beberapa wilayah, yaitu 50 derajat Celsius.
Sementara itu di Spanyol, suhu mencapai 44 derajat Celsius dan negara itu menghadapi kondisi yang mengkhawatirkan selama Juni, dengan 8 dari 17 pemerintahan otonomi di negara tersebut mengeluarkan peringatan terkait suhu yang meningkat.
Selain itu Pakistan dan India yang juga mengalami dampak yang menghancurkan akibat cuaca panas. Insiden terkait sengatan panas merenggut nyawa 22 orang di Pakistan, sementara lebih dari 150 jiwa meninggal di India. Bahkan China dilaporkan mengalami hari terpanas dalam enam dekade, dengan suhu mencapai 40 derajat Celsius.
Namun, apa kaitannya antara terjadinya era pendidihan global dengan konflik Rusia-Ukraina yang berkobar cepat sejak Rusia melakukan invasi skala penuh ke sejumlah wilayah di Ukraina mulai Februari 2022?
Dampak iklim
Chatham House, sebuah lembaga wadah pemikir nirlaba yang berpusat di Inggris, menyatakan bahwa perang yang dilakukan Rusia di Ukraina memiliki dampak yang melampaui ancaman eksistensial terhadap Ukraina, khususnya terhadap kondisi perubahan iklim.
Dalam artikel bertajuk "How Russia's war on Ukraine is threatening climate security" di laman resminya yang diterbitkan pada 2 Maret 2023, disebutkan bahwa konflik tersebut meningkatkan kerentanan dalam menghadapi perubahan iklim, sehingga memperburuk risiko keamanan iklim.
Konflik Rusia-Ukraina dinilai akan menambah ketegangan di mana kondisi perubahan iklim mengancam keamanan regional.
Baca juga: Rusia sebut Barat intimidasi negara-negara Afrika
Selain itu, selama tujuh bulan pertama dari perang tersebut, tercatat bahwa pertempuran di konflik itu mengakibatkan ada sebanyak 100 juta ton karbon dilepaskan ke atmosfer.
Belum lagi bila mengingat adanya insiden sabotase peledakan pipa gas Nord Stream (yang menghubungkan jaringan gas Rusia ke Eropa, dan para pelakunya masih belum jelas siapa hingga saat ini) juga mengakibatkan terjadinya pelepasan gas metana di Laut Baltik.
Pertikaian yang telah berjalan lebih dari satu tahun itu juga telah mengakibatkan terjadinya deforestasi di sepanjang Ukraina, serta merusak sistem energi terbarukan di negara itu, karena sebanyak 90 persen tenaga angin dan 50 persen kapasitas tenaga surya dimatikan sejak perang dimulai.
Wikipedia mengungkapkan bahwa ada lebih dari 12.000 kilometer persegi dari cagar alam Ukraina yang kini berubah menjadi zona perang, sehingga dapat menghilangkan populasi sejumlah spesies endemik dan binatang migran yang biasanya ada di cagar alam itu.
Partikel beracun
Harus diingat pula bahwa kerusakan bangunan fisik akibat perang juga dapat mengakibatkan tersebarnya partikel-partikel yang dapat mengandung unsur beracun dan karsinogen atau dapat mengakibatkan kanker.