Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut anak muda merupakan kelompok yang akan paling terdampak perubahan iklim, sehingga penting untuk melakukan aksi-aksi nyata dalam pencegahan perubahan iklim.
Menurut Dwikorita, fenomena perubahan iklim semakin mengkhawatirkan serta memicu dampak yang lebih luas. Hal itu terlihat dari berbagai peristiwa alam terkait iklim, dari suhu udara yang lebih panas, terganggunya siklus hidrologi, hingga maraknya bencana hidrometeorologi di berbagai belahan dunia. Maka dari itu, seluruh generasi harus saling berkolaborasi untuk menahan laju perubahan iklim.
"Generasi Z dan Alpha akan menjadi generasi yang paling merasakan dampak dari perubahan iklim. Karenanya, saya yakin anak-anak muda yang jumlahnya mendominasi penduduk Indonesia bisa memberikan dampak signifikan terhadap aksi perubahan iklim," ujar Dwikorita dalam keterangannya di Jakarta, Kamis, pada Festival Aksi Iklim dan Workshop Iklim Terapan.
Baca juga: Indonesia tekankan PBB harus melakukan aksi nyata mengatasi potensi bencana
Baca juga: Indonesia tekankan PBB harus melakukan aksi nyata mengatasi potensi bencana
Festival tersebut merupakan suatu rangkaian acara dalam Peringatan Hari Meteorologi Klimatologi dan Geofisika ke-7 dengan tema “Aksi Iklim Kaum Muda untuk Perubahan Iklim Indonesia".
Dwikorita mengatakan perubahan iklim global bukanlah kabar bohong (hoaks) dan prediksi untuk masa depan, melainkan realitas yang di hadapi miliaran jiwa penduduk bumi.
Lebih lanjut, Dwikorita menerangkan, Badan Meteorologi Dunia (WMO) baru saja menyatakan bahwa tahun 2023 tercatat sebagai tahun terpanas sepanjang pengamatan instrumental. Anomali suhu rata-rata global mencapai 1,45 derajat Celcius di atas zaman pra industri.
Angka ini, kata Dwikorita, nyaris menyentuh batas yang disepakati dalam Paris Agreement tahun 2015 bahwa dunia harus menahan laju pemanasan global pada angka 1,5 derajat Celcius.
Baca juga: Perubahan iklim bebani penduduk miskin di pesisir Jakarta
Baca juga: Perubahan iklim bebani penduduk miskin di pesisir Jakarta
Pada tahun 2023 terjadi rekor suhu global harian baru dan terjadi bencana heat wave ekstrem yang melanda berbagai kawasan di Asia dan Eropa.
Dwikorita mengungkapkan BMKG sendiri memproyeksi suhu udara di Indonesia akan melompat naik hingga 3,5 derajat Celcius dibandingkan zaman pra industri di tahun 2100 mendatang apabila aksi mitigasi iklim gagal dilakukan.
"Sementara WMO menyebut bahwa tahun 2050 mendatang, dalam skenario terburuk maka negara-negara di dunia akan menghadapi tidak hanya bencana hidrometeorologi, namun juga kelangkaan air yang berakibat pada krisis pangan. Jika melihat tahun tersebut, maka dapat dipastikan bahwa Generasi Z dan Alpha lah yang akan paling merasakan," imbuhnya.
Sementara itu Deputi Bidang Klimatologi BMKG Ardhasena Sopaheluwakan menyampaikan perubahan iklim akan terus terjadi dalam beberapa dekade mendatang apabila tidak dilakukan aksi mitigasi.
Dampak negatif yang telah ditimbulkan oleh perubahan iklim menuntut perlunya respon global untuk melakukan aksi mitigasi dan adaptasi. Dalam World Economic Forum (WEF) 2023, lanjut dia, disampaikan juga bahwa kegagalan mitigasi dan adaptasi iklim merupakan risiko global terbesar dunia.
Baca juga: Pemprov Bengkulu: Program penghijauan penting guna cegah krisis iklim
Baca juga: Pemprov Bengkulu: Program penghijauan penting guna cegah krisis iklim
Menurutnya, kunci keberhasilan aksi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim itu ada pada upaya yang dilakukan oleh masyarakat berdasarkan kesadaran dan pengetahuan yang mereka miliki. Yang menjadi tantangan saat ini, lanjutnya, bagaimana meningkatkan pemahaman iklim dan perubahan iklim di kalangan publik, terutama generasi muda, generasi milenial, dan gen-Z.
Karena mereka adalah generasi yang akan paling terpapar dampak perubahan iklim dalam satu atau dua dekade mendatang, sekaligus yang paling bertanggung jawab untuk melakukan segala tindakan dan upaya untuk menanggulanginya.
Tidak hanya meningkatkan pemahaman, kata dia, tetapi juga mendorong aksi-aksi nyata dalam melakukan penanggulangan perubahan iklim melalui aksi mitigasi dan aksi adaptasi perubahan iklim.
"Karenanya, diperlukan kesadaran dan tindakan yang masif dalam berbagai tingkatan yang disertai dengan aksi iklim yang nyata dan terukur dalam mewujudkan target Perjanjian Paris, yaitu membatasi peningkatan suhu rata-rata global di bawah 1,5 derajat C dari tingkat pra industri, dan harus ada aksi nyata di lapangan yang mendukung pencapaian Sustainable Development Goal (SDG), terutama pada SDG ke-13, climate action," kata dia.