China mulai pragmatis sikapi perang Ukraina-Rusia
Senin, 7 Agustus 2023 16:28 WIB 8602
Keadaan ini yang mendorong sejumlah kalangan di China, seperti profesor hubungan internasional dari Universitas Fudan di China, Shen Dingli untuk mendesak China memperbanyak pilihan kebijakan dalam kaitan dengan konflik Rusia-Ukraina. Ini karena, "Rusia pada akhirnya pasti kalah," kata Shen Dingli. seperti dikutip Reuters.
Dalam suasana kebatinan seperti inilah mungkin China menyanggupi hadir di Jeddah. Dan ternyata tidak sekadar hadir. Menurut seorang diplomat Uni Eropa, China berperan aktif dan menyambut positif konferensi Jeddah itu, termasuk saat merespons gagasan membentuk kelompok kerja untuk solusi damai di Ukraina.
Kelompok kerja itu akan menjajaki solusi bagi keamanan pangan global, keselamatan nuklir, keamanan lingkungan, bantuan kemanusiaan, pembebasan tawanan perang dan anak-anak yang diculik dalam perang itu.
Baca juga: Ukraina tuding Rusia berada di balik kudeta Niger
Tapi banyak juga yang pesimistis China akan mengubah sikap kepada Rusia, terutama karena Rusia adalah negara yang paling memiliki kapabilitas untuk digandeng China dalam melawan dominasi Amerika Serikat.
Kalaupun China turut menekan Rusia, Vladimir Putin bukan pribadi yang bisa ditekan, paling tidak sampai wajah Amerika Serikat setelah Pemilu 2024 menampilkan kembali Donald Trump.
Trump bisa membuat Putin berada dalam posisi kuat untuk memenangkan perang Ukraina atau mendesakkan syarat-syarat perdamaian untuk mengakhiri perang itu.
AS dan Eropa mengkhawatirkan skenario berkuasanya lagi Donald Trump. Bukan saja Trump akan membuat posisi Putin kembali kuat, tapi juga bisa merusak proyek keamanan strategis mereka di Ukraina dan Eropa Timur.
Kekhawatiran AS itu ditambah dengan ketidaksabaran melihat hasil serangan balasan Ukraina yang berjalan tak secepat diinginkan. Keadaan-keadaan ini tampaknya memaksa AS untuk sama agresifnya dengan China dalam mencari formula pengakhiran perang, walau tetap mengharapkan Ukraina yang menang dalam perang itu.
Dalam kata lain, AS dituntut sama pragmatisnya dengan China karena dihadapkan kepada realitas domestik yang menuntut mereka segera mengakhiri perang di Ukraina.
Mereka akan terus berdialog karena setelah Konferensi Jeddah, bakal ada pertemuan-AS-China lainnya menyangkut Ukraina. September depan, Menteri Luar Negeri Wang Yi akan bertemu Penasihat Keamanan AS Jake Sullivan, yang dilanjutkan dengan pertemuan puncak antara Presiden Xi Jinping dan Presiden Joe Biden.
Untuk itu, bulan-bulan tersisa tahun ini krusial untuk ditulisnya epilog dalam perang Ukraina-Rusia. Sikap China akan menjadi variabel yang amat penting dalam bagaimana dunia mengakhiri perang di Ukraina.
Update Berita Antara Bengkulu Lainnya di Google News