Jakarta (ANTARA) - China mengabaikan undangan menghadiri konferensi untuk solusi damai perang Ukraina-Rusia di Kopenhagen, Denmark, 24 Juli 2023. Tapi begitu konferensi serupa diadakan di Jeddah, Arab Saudi, pada 5-6 Agustus, China tak berpikir panjang untuk menghadirinya.
China mengirimkan diplomat kawakan yang juga Utusan Khusus China untuk Eurasia, Li Hui, ke konferensi Ukraina di Jeddah itu.
Saudi sendiri mengungkapkan 40-an negara peserta konferensi Jeddah sepakat melanjutkan konsultasi untuk meretas jalan damai dan berencana membentuk kelompok kerja guna mengatasi dampak perang Ukraina-Rusia.
Ukraina menyambut baik hasil konferensi itu, sebaliknya Rusia menganggapnya tak lebih dari upaya Barat dalam menggalang dukungan belahan dunia selatan (Global South) yang kebanyakan negara berkembang.
Baca juga: Ukraina dan perang menegaskan identitas nasional
Mari lupakan dulu kegembiraan Ukraina dan penyangkalan Rusia terhadap konferensi itu, karena ada yang lebih menarik, yakni kehadiran China dalam konferensi Jeddah.
China sudah dianggap kunci bagi penyelesaian damai Ukraina-Rusia. Untuk itu, kehadirannya di Jeddah menambah bobot pertemuan yang jumlah pesertanya tiga kali lebih banyak dari jumlah peserta konferensi Kopenhagen.
Faktor Saudi sebagai negara netral dalam perang Ukraina-Rusia, walau mendukung resolusi PBB yang mengecam invasi Rusia, menjadi salah satu bahan pertimbangan China hadir di Jeddah.
Sebulan sebelumnya China menampik undangan Denmark untuk menghadiri acara serupa, mungkin karena Denmark dianggap tak netral, mengingat statusnya sebagai anggota NATO yang jelas berpihak kepada Ukraina.
Sejumlah kalangan menilai kehadiran China di Jeddah itu melukiskan pergeseran sikap dalam bagaimana China memandang perang yang sudah berlangsung 18 bulan itu.
China kini melihat perang itu membahayakan kepentingan nasionalnya dan memunculkan realitas-realitas baru tentang Rusia yang tidak diharapkan China, yang di antaranya tersingkap dari pemberontakan tentara bayaran Wagner Group pada 23 Juni.
China mungkin melihat peristiwa itu sebagai petunjuk sudah tidak solidnya lagi lingkaran kekuasaan Presiden Vladimir Putin. Dan sekutu yang tak lagi solid, akan membahayakan posisi China.
Hubungan lebih pragmatis
Sebenarnya, sejak beberapa bulan lalu, sejumlah pakar di China menyampaikan pandangan di luar arus utama, dengan mendesak pemerintah China mengkaji lagi sikapnya di Ukraina, tanpa harus merenggangkan hubungan dengan Rusia.
China mulai pragmatis sikapi perang Ukraina-Rusia
Senin, 7 Agustus 2023 16:28 WIB 8600