Cara masyarakat lereng Gunung Rinjani melestarikan budayanya
Selasa, 12 September 2023 6:22 WIB 1454
Gerakan tarian yang dibawakan seperti para prajurit yang bertempur menghadapi musuh. Tiba-tiba lima penari berjongkok dengan menghunuskan senjata tajam, lima penari lainnya berdiri tepat di belakangnya, persis seperti menjadi pelindung.
Satu penari lagi menjadi komandan. Dia berputar-putar dan memberi komando kepada pasukannya. "Yeeeeq....Yarrrrrrr," teriakan itu berulang-ulang.
Aksi para penari itu berlangsung sekitar 20 menit.
Baca juga: Kawasan hutan Taman Nasional Gunung Rinjani Lombok alami kebakaran
Rasa dingin yang menembus tulang sumsum pun terabaikan. Keringat yang tertahan dan deru nafas menderu-deru dari para penari, terdengar. Akhirnya, mereka bisa beristirahat sejenak di depan api unggun sambil meminum kopi.
Itu menjadi kegiatan rutin setiap hari dari para remaja di kaki Gunung Rinjani, gunung tertinggi di Indonesia yang dahulunya dikenal dengan Samalas. Rutinitas itu tidak lain untuk menjaga dan melestarikan kesenian lokal.
"Kegiatan ini bertujuan untuk memastikan bahwa keterampilan berharga ini terus berlanjut ke generasi mendatang", kata Deni, Ketua Pokdarwis Sembalun Bumbung.
Baca juga: Nenek 71 tahun pendaki Gunung Rinjani raih penghargaan rekor MURI
Mereka sudah memiliki jadwal resmi untuk berlatih, yakni, enam kali dalam seminggu kecuali hari Jumat. Latihan akan berakhir sekitar pukul 22.00 WITA. Para pemuda itu dilatih untuk memainkan gamelan, drama, dan tarian tandang mendet.
Mereka biasa berlatih setelah isya, sedangkan materi latihannya meliputi drama, gamelan, dan yang terpenting Tarian Tandang Mendet itu sendiri.
Pemuda harus diajarkan untuk mengenal budaya lokal, agar mereka tidak kehilangan identitasnya. Di tengah zaman yang mulai terpengaruhi oleh budaya barat, maka diharapkan generasi muda dapat mempertahankan budaya lokal agar mereka tidak kehilangan identitasnya.
Upacara Ngayu-ayu
Tari Tandang Mendet mempunyai daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Namun demikian, tarian itu tidak dapat disaksikan setiap waktu karena ditampilkan di waktu tertentu seperti upacara selamatan "Ngayu-ayu".