Jakarta (ANTARA) - Pengamat Pasar Uang Ariston Tjendra menyatakan potensi pelemahan rupiah masih terbuka hari ini yang disebabkan sentimen hindar risiko akibat perang Palestina melawan Israel.
“Rencana serangan darat Israel dikhawatirkan mendorong negara lain melibatkan diri sehingga konflik meluas,” ucap dia ketika dihubungi Antara, Jakarta, Selasa.
Isu perang Palestina melawan Rezim Israel pada pekan awal bulan Oktober 2023 telah memberikan pengaruh terhadap penguatan dolar AS. Para pelaku pasar sudah mengantisipasi perang tersebut akan meluas, sehingga dolar AS yang menjadi aset aman berpotensi menguat.
Di sisi lain, ekspektasi suku bunga tinggi Bank Sentral AS untuk menekan turun inflasi AS turut mempengaruhi kemungkinan pelemahan rupiah.
Saat ini, kondisi ekonomi AS disebut masih terlihat solid, sehingga mendukung lingkungan suku bunga tinggi di AS.
Data indeks manufaktur di kawasan New York AS pada Oktober 2023 dirilis lebih baik dari ekspektasi meski terjadi kontraksi, yakni -4,6 dari perkiraan -7,0. Selain itu, pelaku pasar juga berekspektasi laporan pendapatan perusahaan terbuka di AS akan positif di kuartal III/2023.
Melihat sentimen dalam negeri, data neraca bulan September 2023 memperlihatkan surplus yang melebihi ekspektasi pasar, yaitu 3,42 miliar dolar AS dari perkiraan 2,27 miliar dolar AS.
Menurut dia, hal tersebut seharusnya mampu memberikan sentimen positif dan membantu penguatan rupiah. Namun, biasanya sentimen eksternal lebih kuat dibandingkan sentimen internal.
“Potensi pelemahan ke area resisten Rp15.760 per dolar AS dengan potensi support di sekitar Rp15.700 per dolar AS,” kata Lukman.
Nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Selasa pagi menguat sebesar 0,09 persen atau 14 poin menjadi Rp15.707 per dolar AS dari sebelumnya Rp15.721 per dolar AS.