Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud Md. mengatakan masyarakat Indonesia tidak sering terlibat konflik antarkelompok karena hukum di Tanah Air tidak menjadi alat untuk bermusuhan, tetapi alat untuk membangun harmoni.
Konflik antarmasyarakat, menurut Mahfud Md., cenderung bisa diselesaikan tanpa dibawa ke pengadilan karena restorative justice (keadilan restoratif) hidup di tengah masyarakat.
Konflik antarmasyarakat, menurut Mahfud Md., cenderung bisa diselesaikan tanpa dibawa ke pengadilan karena restorative justice (keadilan restoratif) hidup di tengah masyarakat.
"Itu (restorative justice) hukum kita yang bersumber dari budaya Pancasila kita, itu namanya restorative justice. Itu hidup. Masyarakat kita yang 270 juta jiwa aman-aman saja karena restorative justice hidup di tengah masyarakat," katanya.
Menkopolhukam mengatakan bahwa pihaknya akan mengembangkan restorative justice agar hukum di Indonesia tidak untuk menjadi landasan konflik dan peperangan yang memecah belah bangsa.
"Apa jelek hukum barat? Enggak, itu memberi kepastian hukum dan menyelesaikan persoalan. Akan tetapi, hukum yang bersumber dari budaya kerukunan, gotong royong, saling menolong, dan saling memaafkan, itu kita kembangkan dalam bentuk keadilan restoratif," katanya.
Hukum di Indonesia juga diharapkan tidak dijadikan landasan untuk mengalahkan orang lain.
Dalam kesempatan yang sama, Mahfud Md. mengatakan bahwa penegakan hukum di Indonesia masih bermasalah di lapisan atas dan bawah.
Di lapisan atas, lanjut dia, korupsi dan kolusi masih banyak terjadi, misalnya dalam pembuatan undang-undang.
"Di lembaga legislatif kita, banyak korupsi pembuatan undang-undang (UU), berkolusi dengan pengusaha-pengusaha hitam yang titip agar pasal-pasal tertentu masuk ke UU dan pasal-pasal lain keluar dari UU bahkan kalau perlu dicoret," kata Mahfud usai memberikan orasi ilmiah dalam Dies Natalis Universitas Pancasila di Jakarta, Kamis.
Peraturan yang terus berubah, menurut dia, membuat pelaku usaha kesulitan untuk berinvestasi di Indonesia.
Sementara itu, di tingkat bawah, sebagian masyarakat masih mengalami perampasan tanah atau sertifikat tanahnya beralih kepada orang lain.
"Masalah di atas, harus ada penegakan hukum tanpa pandang bulu agar investor nyaman, dunia usaha tidak dibingungkan dengan kebijakan yang berubah, bertele-tele, dan tidak konsisten," katanya.