AI dan tantangan media massa yang kian pelik
Rabu, 27 Desember 2023 9:51 WIB 1034
Situasi itu semakin didukung oleh ekosistem bisnis media saat ini yang memberikan ganjaran lebih besar kepada konten sederhana tapi populer, ketimbang konten yang dihasilkan dari proses panjang dan mahal, tapi bernilai tinggi, seperti liputan investigatif.
Situasi ini mendorong banyak media mengakali keadaan dengan memancing orang mengklik konten dengan judul sensasional, namun isinya tak mencerminkan judul (clickbait).
Tapi clickbait sendiri lahir dari ekosistem media yang sudah amat ditentukan oleh algoritma yang memperingkat konten lebih berdasarkan pada popularitas, ketimbang salah satu benar, baik atau buruk.
Baca juga: Microsoft sebut AI generatif bantu kapasitas perekonomian Indonesia
Petunjuk untuk kecenderungan itu bisa dilihat dari sumber lalu lintas web pada laman-laman berita, termasuk di Indonesia, yang umumnya tergantung pada organic search atau organic traffic (kunjungan lewat mesin pencari) di mana peran algoritma sangat dominan.
Di Indonesia sendiri, berdasarkan data yang dibuat laman penganalisis situs web, Similarweb, periode September-November 2023, kebanyakan laman berita mengandalkan organic traffic di atas 60 persen dari total traffic.
Bersama direct search atau direct traffic (kunjungan langsung ke laman berita), organic traffic adalah sumber utama lalu lintas web. Keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan.
Direct traffic tak begitu terpengaruh perubahan algoritma, sebaliknya organic traffic dipengaruhi algoritma mesin pencari.
Organic traffic ini baik untuk menarik audiens baru dan membangun kredibilitas, sedangkan direct traffic menjadi petunjuk untuk kuatnya brand media dan loyalitas pengguna konten media.
Dari data Similarweb, hanya laman-laman seperti Detik.com dan Kompas.com yang memiliki proporsi direct traffic yang besar, masing-masing 43,06 persen dan 35,09 persen, sedangkan kebanyakan media lain di bawah 30 persen.
Pola bisnis kacau
Direct dan organic traffic memang sama penting, tapi lebih bagus jika seimbang karena dengan cara itu media bisa lebih menjaga kualitas produk tanpa mengganggu profitabilitas finansial media itu.
Baca juga: Inggris alokasikan 2 juta pound untuk bantu guru rangkul AI
Tapi untuk sampai ke level itu, butuh infrastruktur teknologi, sistem pemasaran, dan struktur keuangan yang kuat. Masalahnya, tak banyak media yang memiliki modalitas seperti ini.
Sebaliknya, keterbatasan modalitas membuat media menjadi pragmatis dengan menuruti "diktasi" algoritma yang salah satu akibatnya mendorong media kian sering menghasilkan konten-konten clickbait, entah teks, audio, atau video.
Ini persoalan besar media, tapi media tak bisa mengatasinya sendirian, karena tak ada yang bisa mendesak Google, TikTok, Meta, dan lainnya untuk membuka algoritma mereka.
Yang bisa dilakukan media hanyalah menaksir pola pencarian internet dengan optimalisasi mesin pencari (SEO).
Di sisi lain, mesin pencari dan media sosial telah mengacaukan pola bisnis media. Mereka mendapatkan konten dari media, tapi media tak mendapatkan keuntungan finansial signifikan dari mereka.
Inilah hal yang dikritik oleh banyak kalangan di beberapa negara, termasuk di Australia.