Jaksa Agung tegaskan komitmen kawal program bersih-bersih BUMN
Jumat, 17 Mei 2024 6:06 WIB 904
Berbicara mengenai penegakan hukum dan BUMN, Burhanuddin mengungkapkan bahwa potensi tindak pidana yang muncul ialah korupsi.
Unsur utama yang menentukan terjadi atau tidaknya korupsi adalah keberadaan unsur kerugian negara. Unsur ini merupakan salah satu kunci utama sukses tidaknya upaya perampasan dan pengembalian aset perolehan hasil korupsi di Indonesia, khususnya dalam penegakan hukum yang dilakukan oleh Kejaksaan.
Menurut dia, kerugian negara dalam lingkup BUMN ini terkait dengan harta kekayaan atau aset BUMN, hingga saat ini pun masih terjadi perdebatan mengenai hal ini.
"Di satu sisi, ada yang melihat hal itu merupakan kekayaan yang dipisahkan. Di sisi lain, hal itu merupakan kekayaan negara," ujarnya.
Kemudian, dalam penanganan tindak pidana korupsi yang melibatkan BUMN, Burhanudein mengatakan perlu dilakukan dengan penuh kehati-hatian terutama dalam menetapkan kerugian keuangan BUMN maupun anak perusahaan BUMN yang menjadi bagian dari kerugian keuangan negara dalam tindak pidana korupsi.
Menurut dia, kerugian yang dialami oleh BUMN tidak selamanya harus diartikan sebagai bagian dari tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara.
Sementara itu, mengenai aset negara yang berkaitan dengan kewenangan Kejaksaan, hal ini tertuang dalam Pasal 30A Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan Republik Indonesia menyebutkan “Dalam pemulihan aset, Kejaksaan berwenang melakukan kegiatan penelusuran, perampasan, dan pengembalian aset perolehan tindak pidana dan aset lainnya kepada negara, korban, atau yang berhak”.
"Optimalisasi asset recovery menjadi upaya strategis Kejaksaan untuk menyelamatkan dan memulihkan kerugian negara," ujarnya.
Upaya pemulihan kerugian negara yang terjadi karena penegakan hukum tidak semata-mata hanya sebagai pelaksana undang-undang, tapi harus memenuhi tujuan hukum itu sendiri yaitu keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum.
Dalam rangka penyelamatan dan pemulihan kerugian negara, Kejaksaan menggunakan instrumen hukum pidana dan perdata.
Penggunaan instrumen hukum pidana melalui proses penyitaan, perampasan, penjatuhan pidana denda, dan/atau pidana tambahan uang pengganti.
Sedangkan, instrumen hukum perdata melalui gugatan perdata oleh Jaksa Pengacara Negara sebagaimana diatur dalam Pasal 32, 33, dan 34 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 38C Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.