Jakarta (ANTARA) - Pada Minggu (4/8) siang WIB, bisa jadi semua mata dan perhatian masyarakat Indonesia tertuju pada satu-satunya wakil Merah Putih dalam babak semi final bulu tangkis Olimpiade Paris 2024.
Sosok itu adalah Gregoria Mariska Tunjung, yang berhadapan dengan peringkat satu dunia, An Se Young, “si anak ajaib” dari Korea Selatan untuk memperebutkan satu tempat di final nomor tunggal putri.
Mungkin, jika pertarungan ini terjadi beberapa tahun yang lalu, kekalahan Gregoria sudah bisa ditebak, karena pebulu tangkis asal Klub Mutiara Bandung itu pernah berada dalam periode ketika ia merasa karirnya jalan di tempat, saat teman-teman dan para rival sebayanya dari berbagai negara dapat melesat jauh meraih prestasi dalam berbagai kejuaraan.
Pada pertengahan tahun 2022, saat ia masih berada di peringkat 30 dunia, ia mengungkapkan perasaannya soal kepercayaan diri dan kekecewaannya karena sering kali kalah pada babak-babak awal berbagai turnamen.
Baca juga: Gregoria bingung ungkapkan perasaan setelah raih perunggu di Paris
Dengan menyandang gelar juara dunia junior pada tahun 2017, Gregoria pun langsung menjadi tumpuan sektor tunggal putri Indonesia di usia yang begitu muda, dan ia tidak memiliki sosok senior dengan jarak umur yang dekat saat itu untuk mendampinginya.
Ekspektasi tinggi segera menyertai setiap langkahnya saat itu, dan hanya menunggu waktu untuk melihat bagaimana ekspektasi itu berubah menjadi tekanan, tapi juga secercah harapan.
Pebulu tangkis asal Wonogiri, Jawa Tengah itu lolos kualifikasi Olimpiade Tokyo 2020, tetapi kalah dari Ratchanok Intanon yang pada tahun ini, berhasil ia kalahkan dua kali berturut-turut di dua panggung bulu tangkis paling prestisius di dunia.
Ekspetasi pada Gregoria sempat membuncah ketika 0ada tahun 2022, ia yang merupakan kapten skuad bulu tangkis putri Indonesia, membawa tim untuk memenangkan emas Kejuaraan Beregu Asia.
Namun, tren positif tidak mampu ia pertahankan di ajang individual di tahun yang sama. Bahkan, peringkatnya saat itu sempat turun ke-31 dunia, saat ia gugur di babak pertama Indonesia Open 2022.
“Sampai di titik ini, aku sangat, sangat merasa malu, sedih. Aku merasa enggak layak mendapat pujian sedikit pun, percayalah. Aku sudah beneran terima kalau ada kata-kata buruk yang orang lontarkan ke aku, karena aku pun begitu melihat diriku sendiri,” ungkap Gregoria dua tahun silam, melalui akun Twitter (X) resminya.
Baca juga: Gregoria Mariska dipastikan raih medali perunggu
“Boleh sekali, lho, kalau kalian mau bantu aku lewat doa. Aku sangat menghargainya,” tutup Gregoria yang masih berusia 22 tahun saat itu.
Tahun berikutnya juga menjadi tantangan tersendiri bagi Gregoria. Namun, perlahan tapi pasti, progres positif mulai terlihat.
Ia membawa tim Indonesia mencapai perempat final Kejuaraan Beregu Campuran Asia 2023, masuk ke delapan besar All England Open dan Kejuaraan Asia 2023, memenangkan titel turnamen BWF elite pertamanya di Spain Masters 2023, dan rangking dunianya meroket ke 10 besar dunia.
Itu menandai pertama kalinya ada tunggal putri Indonesia yang masuk ke 10 besar dunia sejak Maria Kristin Yulianti pada tahun 2008.
Gregoria juga merebut gelar juara Kumamoto Masters 2023, dan menjadi tunggal putri Indonesia pertama yang meraih gelar tertinggi turnamen BWF Super 500 sejak tahun 2007, serta membawa tim putri Indonesia ke final Piala Uber 2024 setelah penantian 16 tahun lamanya.
Setelah itu, situasi sudah mulai berbeda. Ia benar-benar menunjukkan apa itu nilai dan bukti dari resiliensi, yang mengantarkannya sebagai semifinalis sekaligus peraih medali perunggu Olimpiade Paris 2024.