Pemerintah Kota (Pemkot) Bengkulu berencana menyediakan lahan seluas lima hektare pada tahun 2025 untuk mendukung implementasi teknologi pengelolaan sampah dan air dari perusahaan Non-Governmental Organization (NGO) Swiss Green Projects (SGP).
Saat ini, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bengkulu sedang melakukan kajian terkait perluasan lahan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Air Sebakul di wilayah tersebut.
"Kewajiban kami adalah menyiapkan lahan minimal empat hingga lima hektare. Saat ini kami sedang dalam tahap persiapan kajian, sesuai Peraturan Pemerintah yang mengatur bahwa pembebasan lahan untuk kepentingan umum harus melalui dua tahap tahun anggaran," kata Kepala DLH Kota Bengkulu, Riduan, di Bengkulu, Kamis.
Ia mengatakan hal pertama yang perlu dilakukan terkait teknologi tersebut adalah pembuatan kajian, kemudian penganggaran tanah berdasarkan hasil kajian.
Program tersebut, kata dia, agar bisa menangani permasalahan pengelolaan sampah serta meningkatkan sistem pengelolaan air di Kota Bengkulu secara berkelanjutan, tanpa menimbulkan polusi udara.
Pada Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) 2025, Pemkot Bengkulu akan mengalokasikan dana sebesar Rp5 miliar untuk perluasan kawasan TPA Air Sebakul seluas lima hektare. Pelaksanaan perluasan lahan di kawasan TPA tersebut ditargetkan akan dilakukan pada tahun 2025.
"Pemkot Bengkulu hanya menyiapkan lahan, sementara biaya pembangunan pabrik sepenuhnya berasal dari SGP," kata Riduan.
Sebelumnya, DLH Kota Bengkulu telah menyiapkan anggaran sebesar Rp60 juta untuk membentuk tim khusus yang akan mengkaji perluasan lahan TPA Air Sebakul. Tim ini akan menilai harga lahan sehingga dana yang dianggarkan sesuai dengan hasil kajian dan akan diusulkan dalam APBD 2025.
Pengadaan lahan ini dilakukan untuk kepentingan masyarakat umum, dengan syarat-syarat yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Proses pengadaan lahan dilakukan dengan cermat, mengacu pada harga yang wajar berdasarkan hasil kajian tim dan penilaian lokasi serta bentuk tanah.
Untuk itu, DLH berkolaborasi dengan Badan Pertanahan Negara (BPN), bagian hukum, bagian pemerintahan, Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP), Kementerian Keuangan (Kemenkeu), dan berbagai instansi terkait untuk menentukan lahan yang akan dibeli.
Saat ini, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bengkulu sedang melakukan kajian terkait perluasan lahan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Air Sebakul di wilayah tersebut.
"Kewajiban kami adalah menyiapkan lahan minimal empat hingga lima hektare. Saat ini kami sedang dalam tahap persiapan kajian, sesuai Peraturan Pemerintah yang mengatur bahwa pembebasan lahan untuk kepentingan umum harus melalui dua tahap tahun anggaran," kata Kepala DLH Kota Bengkulu, Riduan, di Bengkulu, Kamis.
Ia mengatakan hal pertama yang perlu dilakukan terkait teknologi tersebut adalah pembuatan kajian, kemudian penganggaran tanah berdasarkan hasil kajian.
Program tersebut, kata dia, agar bisa menangani permasalahan pengelolaan sampah serta meningkatkan sistem pengelolaan air di Kota Bengkulu secara berkelanjutan, tanpa menimbulkan polusi udara.
Pada Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) 2025, Pemkot Bengkulu akan mengalokasikan dana sebesar Rp5 miliar untuk perluasan kawasan TPA Air Sebakul seluas lima hektare. Pelaksanaan perluasan lahan di kawasan TPA tersebut ditargetkan akan dilakukan pada tahun 2025.
"Pemkot Bengkulu hanya menyiapkan lahan, sementara biaya pembangunan pabrik sepenuhnya berasal dari SGP," kata Riduan.
Sebelumnya, DLH Kota Bengkulu telah menyiapkan anggaran sebesar Rp60 juta untuk membentuk tim khusus yang akan mengkaji perluasan lahan TPA Air Sebakul. Tim ini akan menilai harga lahan sehingga dana yang dianggarkan sesuai dengan hasil kajian dan akan diusulkan dalam APBD 2025.
Pengadaan lahan ini dilakukan untuk kepentingan masyarakat umum, dengan syarat-syarat yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Proses pengadaan lahan dilakukan dengan cermat, mengacu pada harga yang wajar berdasarkan hasil kajian tim dan penilaian lokasi serta bentuk tanah.
Untuk itu, DLH berkolaborasi dengan Badan Pertanahan Negara (BPN), bagian hukum, bagian pemerintahan, Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP), Kementerian Keuangan (Kemenkeu), dan berbagai instansi terkait untuk menentukan lahan yang akan dibeli.