Jakarta (Antara) - Mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi membantah telah menerima gratifikasi dari pihak manapun dalam kasus tindak pidana korupsi pengadaan paket KTP berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (KTP-E) 2011-2012 di Kementerian Dalam Negeri.
"Ah mana ada saya terima, Saya tidak pernah terima apa-apa dari siapapun," kata Gamawan seusai diperiksa sebagai saksi dalam kasus itu di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Kamis (19/1).
Ia mengaku dalam pemeriksaan itu, dirinya hanya diajukan tiga pertanyaan saja.
"Tiga pertanyaan saja dari tadi. Ya proses lah, terkait prosesnya saja. KPK profesional, saya hanya melengkapkan (keterangan) saja," ucap Gamawan yang menjabat Mendagri periode 2009-2014 itu.
Sebelumnya, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin melalui pengacaranya Elza Syarif pernah mengatakan bahwa proyek E-KTP dikendalikan ketua fraksi Partai Golkar di DPR yaitu Setya Novanto dan mantan ketua umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum serta dilaksanakan oleh Nazaruddin, staf dari PT Adhi Karya Adi Saptinus, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri dan Pejabat Pembuat Komitmen.
Terkait tuduhan M Nazaruddin tersebut, Gamawan enggan berkomentar lebih lanjut.
"Nilai saja lah sendiri," tuturnya.
Sudah ada dua tersangka dalam kasus ini yaitu mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri Irman dan mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen Sugiharto.
Irman dan Sugiharto dijerat dengan Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
Irman diduga melakukan penggelembungan harga dalam perkara ini dengan kewenangan yang ia miliki sebagai Kuasa Pembuat Anggaran (KPA).
Berdasarkan perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kerugian negara akibat kasus korupsi KTP-E itu adalah Rp2,3 triliun karena penggelembungan harga dari total nilai anggaran sebesar Rp6 triliun.***2***