Terik matahari yang menyengat badan di siang itu, tak menyurutkan semangat pendulang emas tradisional mengais butiran emas dibalik tumpukan pasir dan bebatuan aliran sungai Batanghari.
Pendulang emas tradisional di kawasan Nagari (desa adat) Ulang Aling Selatan, Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat, tak hanya kaum perempuan, tetapi juga kaum lelaki.
Di dekat tumpukan batuan dan pasir, terus mereka mengurai pasir dan kerikil dengan dulang --terbuat dari batang dan urat kayu berbentuk lingkaran dan melekung seperti kuali-- digoyang-goyangkan secara pelan dipermukaan air sungai itu.
"Kami hanya mendulang emas dari tumpukan pasir dan batu yang telah diolah mesin dompeng dan alat canggih digunakan pengusaha asing itu," tutur seorang perempuan panggilan Erni, satu dari pendulang emas tradisional di kawasan itu.
Perempuan yang mengaku asal Solok itu, sengaja datang ke daerah lokasi tambang emas itu, meski mengandalkan alat sederhana (tradisional) dan pendapatan sehari tak bisa dipatok.
Hasil diperoleh, sama ibaratkan "rezeki harimau", saat adanya lumayanlah, tapi ada pula dalam sehari itu tidak mendapatkan sekali.
"Kalau nasib lagi mujur, terkadang setangah emas setara 1/4 gram. Satu gram nilai jualnya Rp42.000," kata Erni yang diaminkan pendulang emas tradisional lainnya.
Sungai terbesar di wilayah Sumbar itu, hulunya berada di kaki Gunung Kerinci, Jambi, sejak lama telah dijadikan sumber mata pencaharian bagi masyarakat yang bermukim di pinggiran daerah aliran sungai tersebut.
Masyarakat tak hanya sekadar memanfaatkan potensi ikan yang khas di sungai tersebut, tetapi potensi deposit emas tidak luput dari incaran masyarakat.
Eksploitasi emas secara tradisional pada masa lalu, dominan dilakoni kaum perempuan sebagai usaha sampingan dikala mereka tak melakukan kegiatan di ladang/kebun maupun ke sawah.
Kendati tanpa ada kepastian hasil diraih setiap hari, namun bagi masyarakat di pinggiran sungai Batanghari, mendulang emas secara tradisional satu alternatif sumber mata pencaharian, meskipun tak berdampak signifikan pada pendapatan mereka.
Seiring perjalanan waktu, "demam emas" melanda tanah Minang, terutama terhadap masyarakat yang berada di kawasan aliran sungai di provinsi itu.
Sejak sepuluh tahun silam, tambang emas rakyat secara perlahan beralih dengan cara penggalian pasir dan batu sungai, disedot serta penyaringan dilakukan secara mekanis --menggunakan mesin pompa air--.
Metode menggunakan pompa air atau sebutan masyarakat di kawasan sungai Batanghari, mesin dompeng mampu menyaring pasir dengan volume lebih banyak dan cepat. Hasil emas diraih lebih relatif banyak, sehingga penambang emas dilakoni masyarakat yang memiliki modal.
Pendulang emas tradisional, sebagian sudah menjadi pekerja dari pemilik modal yang menggunakan metode mekanis tersebut.
Banyak pula, masyarakat dihulu sungai Batanghari itu, telah menggunakan metoda menakis dengan modal sendiri, hanya sebagian kecil tetap bertahap mengadu nasib dengan cara tradisional.
Aktivitas tambang emas rakyat telah menimbulkan berbagai aspek terhadap sosial ekonomi masyarakat, positifnya telah meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat di kawasan alirang sungai hulu sungai Batanghari itu.
Meski sebagai daerah sangat terpencil karena terisolasasi dengan sarana infrastruktur darat --masih jalan tanah-- yang bergelombang, tapi dinilai secara ekonomi masyarakat relatif bagus.
Rumah-rumah masyarakat sebagian sudah berlantai dan berdinding keramik, punya kendaraan roda dua dan empat serta mesin tempel.
Dampak Lingkungan
Setidaknya lima tahun terakhir 'kilau emas' di aliran sungai Batanghari semakin meluas, sehingga pelaku yang menggarap "harta karun" itu, sudah ada pihak di luar masyarakat kawasan aliran sungai tersebut.
Kini di lokasi pertambangan emas kawasan Kenagarian Ulang Aling Selatan, Kecamatan Sangir Batanghari, Solok Selatan, ada investor asal China menggunakan sistem mekanis dengan peralatan semakin canggih.
Bahkan, saat peninjauan ke lapangan oleh Wakil Gubernur Sumbar, Muslim Kasim bersama Bupati Solok Selatan Muzni Zakaria bersama sejumlah pejabat instansi terkait serta sejumlah jurnalis pada 30 Agustus 2012, terlihat berjejeran alat berat jenis escavator di pinggiran daerah aliran sungai tersebut.
Tumpukan batu dan pasir yang dikeruk alat berat itu, kini menggunung di tengah aliran sungai itu. Daerah aliran sungai (DAS) tidak berbentuk lagi, sudah dikuras besi-besi baja tersebut.
Escavator milik perusahaan (PT. Geomenic) investor China itu, setidaknya sekitar 100 unit, ditambah sebagian masyarakat setempat sudah punya alat berat senilai miliar rupiah itu.
Menurut Wagub Sumbar, Muslim Kasim, perlu dilakukan penertiban terhadap penambangan emas di aliran Sungai Batangbari, Kabupaten Solok Selatan, karena dalam pelaksanaannya ada yang melanggar ketentuan.
"Kami bukan melarang melakukan penambangan potensi alam yang ada di kawasan aliran sungai tersebut. Supaya tak merusak lingkungan perlu ditertibkan," ujarnya.
Dari informasi yang disampaikan pihak Pemkab Solok Selatan, manajemen PT Geomenic telah melakukan penambangan menggunakan alat berat dan di luar wilayah kawasan pertambangan yang diberi izin.
Selain itu, perusahaan milik investor China itu tidak menempatkan kepala teknik pertambangan untuk pengawasan di wilayah ekploitasinya sebagai diatur undang-undang, hanya pekerja dari kewarganegara asing.
Pengalaman wali nagari (desa adat) Lubuk Ulang Aling Selatan, kata Muslim, sepuluh tahun yang lalu DAS sungai Batanghari di daerah lebih kecil.
Namun, sekarang bagian tepi kiri dan kanan sungai sudah terkuras akibat alat berat digunakan penambang emas, akibatnya DAS dihulu sungai Batanghari semakin melebar dan batu-batu bertumpuk tak keruan di pinggir dan tengah aliran sungai.
Kenyataan itu, merusak ekosistem di kawasan DAS Batanghari, makanya disayangkan tindakan para penambang belum mengikuti aturan yang ditetapkan oleh undang-undang.
Normalisasi kawasan sungai dari aktivitas penambangan, Wagub menegaskan, hal itu merupakan kewajiban dari perusahaan sebagaimana diatur undang-undang.
Namun dalam pelaksanaannya terkadang perusahaan yang melakukan eksploitasi meninggalkan begitu saja bekas tambangnya sehingga merusak lingkungan.
"Aktivitas penambangan oleh masyarakat tak dilarang, karena sumber pendapatan/nafkah keluarga mereka, tapi tetap tak boleh sembrono," ujarnya.
Makanya pemerintah kabupaten mulai dari wali nagari, camat dan bupati serta unsur muspida lainnya, perlu mencari solusi yang tepat agar masyarakat yang mencari nafkah di kampung halamannya tetapi ditangkap.
"Lihatlah masyarakat dihantui ketakutan ketika ada yang aparat pemerintah yang datang, seperti bupati tiba mereka khwatir ditangkap. Secara manusiawi ini kurang tepat," kata mantan bupati Padangpariaman itu.
Sebelum adanya pengusaha menambang emas di aliran sungai Batanghari, masyarakat telah mendulang emas secara tradisional untuk pemenuhan nafkah mereka.
Justru itu, solusi yang dicarikan bagaimana membuat masyarakat aman dan nyaman berusaha serta terjadi keseimbangan terhadap lingkungan.
Sedangkan masalah Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk aktivitas alat berat penambang emas itu, Wagub menilai, kuat indikasi diperoleh dari pemasokan gelap ke daerah itu.
"Belum ada ketentuan subsidi untuk perusahaan atau industri, apalagi aktivitas mesin menyedot air dan alat berat yang beroperasi delapan sampai sepuluh jam per harinya. Jumlahnya tak sedikit, dari mana diperoleh BBM itu," ujarnya.
Pemasukan PAD
Kemudian perlu dirumuskan bagaimana dari aktivitas penambangan emas ada kemasukan bagi Pendapatan Asil Daerah (PAD) tetapi harus diawasi. Ungkapan pepatah Minang "Karimbo Babungo Kayu, ka Sungai Babungo Pasia, Kaladang Babungo, Ampiang, Katanah babungo ameh (emas)".
Pepatah adat ini menegaskan secara implisit, setiap aktivitas pemanfaatan sumber daya alam di daerah Minangkabau harus memberi kontribusi kepada masyarakat adat setempat dimana berjalan usaha tersebut.
Dalam istilah sektor pertambangan disebut royalti atau 'fee' dari hasil produksi yang diperoleh pengelola terhadap pemerintah daerah atau masyarakat adat setempat.
Royelti pengusaha tambang emas, belum memberi kontribusi banyak terhadap pemasukan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Solok Selatan (Solsel), meskipun sudah berinvestasi dan beroperasi sejak 2007.
Sejak 2008-2012 royalti dari perusahaan penambangan emas di Solok Selatan, rata-rata hanya Rp100 juta/tahun. Jumlah itu belum sesuai harapan, kata Bupati Solok Selatan, Muzni Zakaria saat mendampingi Wagub Sumbar meninjau lokasi penambangan emas.
Padahal, sesuai ketentuan dan kesepakatan royalti dengan pihak perusahaan penambang emas (Geomenic) sebesar 3,7 persen dari nilai produksi setiap tahunnya.
Kenyataan dalam pelaksanaan bagi hasil itu, apakah pihak perusahaan telah mengacu kepada kesepakatan yang ada, terkait pemasukan ke PAD rata-rata Rp100 juta/tahunnya.
Dari laporan diperoleh di lapangan bahwa hasil emas untuk satu unit alat berat dua ton/harinya, sementara alat berat dioperasikan mencapai 100 unit. Artinya, produksi untuk satu alat berat bisa enam kilogram emas setiap bulannya, dikalikan seratus alat berat sehingga diperkirakan sekitar Rp500 juta/bulan.
Menurut dia, bila dikalkulasikan secara hitungan kasarnya untuk setahun Rp240 miliar/tahunnya dan belum termasuk dari hasil mesin penyedot air --dompeng-- yang dioperasikan dengan kapal.
Sementara hasil yang diperoleh sebagai pemasukan pendapatan daerah untuk mendukung pembangunan infrastuktur pembangunan daerah tergolong kecil.
Pemkab Solok Selatan tak mampu menertibkan aktivitas penambangan emas itu, makanya membutuhkan dukungan berbagai pihak dari pemerintah provinsi sehingga ada solusi yang tetap. Selain itu, dapat diketahui pula secara jelas berapa produksi perusahaan itu.
"Kita bukan ingin menutup aktivitas tambang emas, baik dilakukan perusahaan maupun masyarakat, tapi bagaimana penataan kembali, sehingga tak ada yang dirugikan," ujarnya.
Hadirnya investor tentu sangat diharapkan dalam mengelola potensi sumber daya alam yang ada, guna percepatan pembangunan daerah dan kesejahteraan masyarakat.
Dalam pelaksanaannya jangan ada aturan yang dilanggar dan hasil diraih hendaknya saling menguntungkan, baik pengusaha, masyarakat dan pemerintah daerah.
Bupati Solok Selatan, juga meminta aparat kepolisian di daerah itu, perlu berkoordinasi kalau melakukan razia terhadap penambang emas di daerah itu.
Kapolsek Sangir Batang Hari (SBH), AKP. Benu Alam mengatakan pada prinsipnya pihaknya berpedoman kepada kebijakan Pemkab Solok Selatan dalam penertiban pertambangan emas.
Menurut dia, apa yang menjadi kebijakan Pemkab setempat pihak kepolisian tetap mendukung dan sepanjang operasi penambang emas sesuai aturan.
Menyinggung perusahaan milik investor China itu yang sudah melakukan ekploitasi di luar kawasan yang dizinkan, ia menanggapi, pihaknya menunggu kebijakan dari bupati. Saat ini pihak perusahaan sedang melakukan pengurusan perizinan menggunakan alat berat escavator menambang emas.
Prosesnya pengkajian sedang dilakukan instansi seperti Dinas Pekerjaan Umum (PU), Pertambangan dan Badan Lingkungan Hidup, kalau tak masalah izin lingkungan akan dikeluarkan bupati.
Wali Nagari Ulang Aling Selatan, Thamrin Dt. Kampuang mengatakan, kontribusi perusahaan asing terhadap pembangunan ada, bentuknya memberikan sumbangunan untuk pembangunan infrastruktut rumah ibadah dan
balai adat.
Namun, jumlah yang ditentukan berdasarkan kesepakatan tertulis memang belum ada, hanya masih dalam bentu dana Coorporat Social Responsbility (CSR).
"Kami minta setelah adanya peninjauan oleh bupati dan Wagub, ada solusi yang tepat sehingga masyarakat penambang emas tak selalu dihantui dengan penangkapan oleh aparat. Tambang emas ada usaha warga untuk memenuhi kebutuhan," ujar wali nagari.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sumbar, Yosmeri menilai, pencemaran air sungai Batanghari sudah diambang batas, karena setiap hari penambang menggunakana air raksa/mercuri.
Dampaknya merusak ekosistem sungai dan habitat ikan khas semakin punah, bahkan buruknya mengancam kesehatan masyarakat yang mengkonsumsi ikan sungai tersebut.
Air sungai hingga kini sebagian masyarakat ada yang menjadi kebutuhan, seperti untuk mandi dan menyuci. Kondisi saat ini, warna air sudah menguning meski dalam keadaan dangkal.
Seiring butiran emas dibongkar para penambang setiap hari, begitu pula derasnya air raksa terus mencucur ke dalam sungai itu. (ANT)