Solo (ANTARA Bengkulu) - Pentas drama tari kolosal berjudul "Matah Ati" yang menggambarkan kisah cinta dan perjuangan Pangeran Sambernyawa atau Raden Mas Said yang digelar di Pamedan Pura Mangkunegaran, Solo, Sabtu malam, terlihat megah.
Drama tari Matah Ati yang disutradarai oleh Atilah Soeryadjaya sekaligus sebagai produser dan penata artistik Jay Subyakto itu, tampak megah dan mampu menyedot ribuan penonton yang memadati Pamedan Pura Mangkunegaran Solo.
Drama tari Matah Ati ditampilkan sangat megah, terutama tata panggung tiga tingkat yakni dua datar dan satu lainnya bentuk miring sekitar 45 derajat yang terlihat lebih artistik.
Bahkan, penata artistik Jay Subyakto menciptakan tata lampu, dekorasi, dan video mapping yang disorotkan ke gedung Kavaleri bangunan kuno buatan tahun 1874 yang hidup bagaikan kondisi pada masa itu.
Selain itu, kostum sekitar 250 penari yang teribat dalam drama tari kolosal perjalanan cinta dan perjuangan Raden Mas Said itu, kelihatan banyak warna dengan dibantu tata lampu yang artistik sehingga menghipnotis ribuan penonton tidak beranjak dari tempat duduknya.
Menurut Sutradara Atilah Soeryadjaya, drama tari Matah Ati merupakan kisah cinta dan perjuangan RM Said bersama rakyat biasa bernama Rubiyah dari Desa Matah.
Menurut dia, cinta dan kekaguman serta gejolak dalam peperangan menjadikan Rubiyah, seorang gadis Desa Matah membulatkan tekad untuk menerima lamaran dari seorang kesatria RM Said. Kesatria tersebut sangat dikenal keberaniannya melawan penjajah yang semena-mena dan berlaku tidak adil terhadap rakyat pada zaman itu.
Pada pertengahan abad ke-18 di Tanah Jawa terjadi peperangan dan pemberontakan melawan tentara VOC. Kesatria Surakarta RM Said berani memimpin pemberontakan sekaligus menumbuhkan kekaguman Rubiyah terhadap beliau yang juga kini disebut Pangeran Sambernyawa.
RM Said kagum, terpesona, dan jatuh cinta kepada Rubiyah. Dia memutuskan menjadikannya sebagai gadis pendamping hidupnya. Gadis itu, juga sebagai penyemangat dalam perjuangannya menegakkan keadilan dan menolong rakyatnya.
Drama tari kolosal tersebut juga dihiasai tembang-tembang dolanan anak-anak, antara lain padang bulan, soyang, dan jamuran yang kini hampir tidak dikenal lagi anak sekarang.
Selain itu, drama tari tersebut juga sangat menghibur para penonton dengan selingan suguhan banyolan-banyolan. Empat seniman putri dalam banyolannya antara lain berisi kritik sosial, misalnya soal korupsi.
Heri (53) salah seorang penonton warga Solo, menilai drama tari kolosal Matah Ati tentang perjalanan cinta dan perjuangan kesatrian asal Surakarta RM Said itu sangat spektakuler.
"Kecermatan menggarap tari, kekompakan penari dan musik gamelan Jawa yang mengiringnya serta tata panggung digarap profesional. Ribuan penonton dibuat puas menyaksikan pertunjukan itu," kata Heri penikmat seni. (ant)
Pentas drama tari "Matah Ati" sedot ribuan penonton
Minggu, 9 September 2012 1:00 WIB 11396