Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menginginkan Peraturan Presiden No. 51 Tahun 2014, yang terkait antara lain dengan tata ruang Teluk Benoa, dapat direvisi agar selaras dengan aspirasi dan nilai budaya yang ada di masyarakat Bali.
"(Perpres No 51/2014) mau direvisi sekarang agar bentuknya seperti apa ke depannya," kata Dirjen Pengelolaan Ruang Laut KKP, Brahmantya Setyamurti Poerwadi, di Jakarta, Selasa.
Menurut Brahmantya, pemerintah juga melakukan pembahasan bersama antara lain terkait dengan ruang bersama masyarakat, terlebih di kawasan Teluk Benoa juga ada kawasan ibadah masyarakat setempat.
Dirjen Pengelolaan Ruang Laut KKP juga menegaskan bahwa di daerah Teluk Benoa yang sudah dijadikan kawasan konservasi, tidak akan ada aktivitas proyek reklamasi.
Ia juga mengutarakan harapannya agar Pemda Bali dapat melakukan penataan dan pengelolaan, sehingga kawasan tersebut juga melestarikan kearifan lokal dan adat istiadat.
Sebagaimana diwartakan, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menginginkan agar pemerintah dapat segera menghentikan reklamasi yang dilakukan di Teluk Benoa, karena aktivitas revitalisasi tidak dapat disamakan dengan reklamasi.
Sekretaris Jenderal Kiara Susan Herawati di Jakarta, Senin (14/10), menginginkan agar Perpres No. 51 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden No. 45 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan perkotaan Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan dapat dicabut.
Hal itu, ujar dia, karena di dalam Perpres No. 51 Tahun 2014, khususnya Pasal 101A, disebutkan bahwa upaya revitalisasi dapat dilakukan termasuk dengan melakukan reklamasi paling luas 700 hektare di seluruh kawasan Teluk Benoa.
Menurut Susan, penghentian proyek reklamasi Teluk Benoa tidak cukup hanya dengan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan yang menetapkan kawasan Teluk Benoa sebagai area Konservasi Kawasan Maritim (KKM).
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menetapkan status Perairan Teluk Benoa, Kabupaten Badung, Bali, sebagai Kawasan Konservasi Maritim menindaklanjuti usulan dari Gubernur Bali Wayan Koster.
"Keputusan ini merupakan respons atas surat Gubernur Bali kepada Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 523.32/1687/KL/Dislautkan tertanggal 11 September 2019 Perihal Usulan Penetapan Kawasan Konservasi Maritim Teluk Benoa," kata Gubernur Bali Wayan Koster di Denpasar, Kamis (10/10).
Dalam surat tersebut, Gubernur Bali mengusulkan agar Teluk Benoa ditetapkan sebagai KKM sesuai dengan hasil konsultasi publik pada 6 September 2019 yang dihadiri kelompok ahli, LSM/NGO, asosiasi, pemangku kepentingan, para sulinggih (pendeta Hindu) serta bendesa (pimpinan) adat yang memanfaatkan perairan Teluk Benoa. Teluk Benoa selama ini telah menuai polemik berkepanjangan disertai aksi demonstrasi.
Penetapan Teluk Benoa sebagai Kawasan Konservasi Maritim tertuang dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor 46/KEPMEN-KP/2019 tentang KKM Teluk Benoa di Perairan Provinsi Bali tertanggal 4 Oktober 2019.
Keputusan Menteri Kelautan dan Kemaritiman ini memuat sejumlah poin. Pertama, menetapkan Perairan Teluk Benoa sebagai KKM di Perairan Provinsi Bali. Poin kedua, menyebutkan bahwa KKM Teluk Benoa di Perairan Provinsi Bali dikelola sebagai Daerah Perlindungan Budaya Maritim.