Bengkulu (ANTARA) - Koalisi #BersihkanIndonesia menyebutkan jika proses transisi energi kotor batu bara ke energi terbarukan semakin sulit sebab nama-nama yang menjadi kandidat menteri pemerintahan Joko Widodo - Ma'ruf Amin merupakan pimpinan perusahaan batu bara.
"Kami memantau beberapa nama yang beredar di media, ada delapan nama yang ditelusuri rekam jejaknya dan ternyata mereka masih menjabat posisi pimpinan perusahaan batu bara," kata Direktur Genesis Bengkulu, Uli Arta Siagian di Bengkulu, Minggu.
Ia menambahkan jika nama-nama yang beredar erat kaitan dengan oligarki industri tambang batu bara di Indonesia, seperti nama Erick Thohir, Yusril Ihza Mahendra, Airlangga Hartarto, Hary Tanoesoedibjo, Sandiaga Solahudin Uno, Ryamizard Ryacudu, Luhut Binsar Panjaitan, dan Moeldoko.
Uli menjelaskan jika dua dari delapan tokoh tersebut memiliki industri tambang batu bara di Bengkulu yaitu Yusril Ihza Mahendra dan Ryamizard
Ryacudu. Yusril Ihza Mahendra merupakan pemilik saham dan komisaris tambang batubara PT Bara Mega Quantum (BMQ).
Ia mengatakan bahwa delapan perusahaan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Bengkulu ada empat perusahaan termasuk BMQ berada tepat di hulu Sungai Bengkulu dan aktivitas penambangan telah merusak DAS Bengkulu dan menjadi penyebab banjir besar di Bengkulu awal Mei 2019.
"Dari IUP operasi produksi BMQ ternyata sebagian besar di hutan produksi tetap dan belum ada izin pinjam
pakai kawasan," ujarnya.
Yusril juga tercatat sebagai komisaris di perusahaan PT Inmas Abadi, serta tercatat pemilik perusahaan tambang batubara PT. Mandiri Sejahtera Energindo di Sepaku, Kalimantan Timur. Perusahaan tersebut berada di lokasi rencana ibu kota negara baru denganseluas 3.763,03 hektare.
Selain itu, nama Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu tercatat dalam izin usaha pertambangan PT Inmas Abadi dimana izinnya dikeluarkan oleh Plt Gubernur Bengkulu, H Junaidi Hamsyah dan dalam IUP itu nama Ryamizard tercatat sebagai komisaris. Lokasi pertambangan batu bara milik Ryamizard Ryacudu masuk dalam hutan konservasi yaitu Taman Wisata Alam (TWA) Seblat, hutan produksi terbatas (HPT) Lebong Kandis dan hutan produksi konversi.
"Dalam proses revisi tata ruang
Bengkulu, khusus kawasan hutan, ada usulan pelepasan kawasan di area yang terbebani Inmas atas usulan Gubernur
Bengkulu pada 8 Januari 2019 lalu," terang Uli.
Sementara Ketua Kanopi Bengkulu, Ali Akbar mengatakan bahwa yang terjadi pada proses politik belakangan ini mengkonfirmasi begitu kuat kelompok oligarki batu bara dan bagaimana Jokowi menyediakan karpet merah bagi kepentingan mereka.
"Harapan terbesar kami, Pemerintah Indonesia harus mulai beralih ke energi terbarukan dan meninggalkan ketergantungan pada batubara. Kalau periode pertama belum terjadi, kami berharap periode kedua mulai mengarah ke sana," kata Ali.
Ali menilai dalam periode pertama pemerintahan Jokowi, agenda kerakyatan dan penyelamatan lingkungan sebatas di program, mengenai reforma agraria dan perhutanan sosial capaian masih rendah. Bahkan pemerintah ada kecenderungan fokus pada investasi dan pembangunan infrastruktur besar-besaran, yang belum tentu
dinikmati masyarakat.
"Pemerintahan Jokowi terlihat sangat ambisius mengenjot investasi, infrastruktur dan proyek strategis nasional. Sejalan dengan rencana itu, Jokowi melakukan sejumlah deregulasi yang mempermudah izin. Padahal Investasi seharusnya tidak mengorbankan standar lingkungan, sosial dan perlindungan masyarakat," tutup Ali.
Koalisi #BersihkanIndonesia sebut transisi ke energi terbarukan semakin sulit
Minggu, 20 Oktober 2019 17:39 WIB 1370