Bengkulu (ANTARA) - Para pejuang lingkungan dan iklim atau “climate defenders” terus mengalami berbagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia (HAM) mulai dari teror, penangkapan, hingga pembunuhan, terutama bagi mereka yang berjuang melawan ekspansi industri fosil seperti batu bara, minyak dan gas.
Hal ini terungkap dalam laporan “Climate Defenders Report” yang dirilis 350.org bertepatan dengan pertemuan para pejuang iklim, diikuti perwakilan dari 26 negara yang berlangsung di Curitiba, Brazil pada 7 Februari 2020.
“Para pejuang lingkungan dan iklim ini juga sudah terdampak dari polusi mematikan industri fosil seperti abu beracun dari pembakaran batu bara untuk pembangkit listrik dan mereka juga menghadapi ancaman bahkan tidak sedikit yang dibunuh,” kata Manajer Program Climate Defenders 350.org, Aaron Packard saat menyampaikan ringkasan laporan di hadapan jurnalis dari para pihak di Curitiba, Jumat.
Ia mengatakan para pejuang HAM dan lingkungan yang tersebar di berbagai negara mengalami ancaman hingga kehilangan nyawa mereka sementara penghidupannya juga terampas akibat pencemaran lingkungan yang menghilangkan sumber penghidupan mereka.
Sayangnya kata Aaron, investasi di sektor industri energi fosil masih terus berlanjut padahal para ahli kesehatan dan ilmuwan telah menyampaikan banyak bukti terkait parahnya krisis iklim akibat aktivitas industri fosil.
Industri energi fosil kata dia secara langsung maupun tidak langsung turut memperparah pelanggaran HAM dalam tiga dekade terakhir yang digambarkan dalam 10 kasus yang dibahas dalam laporan tersebut.
Di sisi lain, industri fosil bertanggungjawab atas kematian dini 45,000 jiwa akibat masalah kesehatan, pembuangan 18 juta galon air beracun ke sungai dan last serta menghilangkan 2,5 juta hektare ahan masyarakat adat.
Direktur 350.org Wilayah Asia, Norly Grace Mercado mengatakan di Filippina, seorang pemimpin perlawanan akibat terdampak polusi pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara, Gloria Capitan tewas setelah ditembak orang tak dikenal di tempat usahanya, sebuah penyewaan karoke kecil pada 2016.
“Kelompok anti-batu bara di Provinsi Bataan di mana Gloria tinggal juga hingga kini masih menghadapi ancaman, intimidasi karena mereka menolak proyek pengembangan PLTU batu bara di sana,” katanya.
Sementara Juru Kampanye 350.org Indonesia, Irfan Toni mengatakan perjuangan pembela lingkungan di Indonesia juga menghadapi berbagai tekanan karena kerap dianggap tidak mendukung pembangunan.
"Seperti masyarakat di sekitar PLTU batu bara Bengkulu yang sejak awal menentang proyek energi kotor tapi suara mereka diabaikan," katanya.
Hal serupa juga terjadi di masyarakat yang berjuang membela sumber penghidupan mereka di PLTU batu bara Pangkalan Susu. Beberapa tahun terakhir nelayan di wilayah itu kerap berunjukrasa mengeluhkan keruskan pesisir yang menurunkan hasil tangkapan nelayan.
Pertemuan para pejuang lingkungan di Curitiba, Brazil yang berlangsung selama empat hari menyepakati bahwa masyarakat pejuang lingkungan perlu dukungan solidaritas baik lokal, regional maupun global karena para pejuang lingkungan adalah pembela kehidupan.
Pelanggaran HAM bagi pejuang lingkungan terus meningkat
Sabtu, 8 Februari 2020 15:56 WIB 5471