Rejanglebong, (Antara Bengkulu) - Industri pupuk kompos yang ditekuni oleh sejumlah warga Kabupaten Rejanglebong, Provinsi Bengkulu, hingga Kamis pagi terkendala label produk dan uji laboratorium dari perguruan tinggi.
"Saat ini, pemasaran pupuk masih di dalam daerah, kami belum bisa memasarkannya ke luar daerah karena belum ada label dan hasil uji laboratorium dari Universitas Bengkulu," kata Tri Warsono (56), pemilik usaha pabrik kompos di Desa Taba Mulan, perbatasan Kota Curup dengan Kabupaten Kepahiang.
Karena modalnya masih terbatas, Tri belum bisa mengurus label dan mengajukan uji laboratorium.
Ia berharap ke depannya ada pihak-pihak atau lembaga yang mau membantu pengurusan label dan uji laboratorium guna mengetahui kandungan pupuk yang diproduksinya.
Dengan demikian, kata dia, usaha yang ditekuninya itu dapat berkembang pesat sekaligus membantu pemerintah dalam program pertanian organik di daerah itu.
Menyinggung kembali usahanya itu, Tri mengaku mulai menekuninya sejak Maret 2012 dengan modal awal sekitar Rp40 juta dan produksinya mencapai 1 ton pupuk per hari. Pupuk ini selanjutnya dijual dalam kemasan karung seberat 25 kilogram dengan harga jual Rp30.000.
Pupuk kompos buatannya itu, kata dia, dijual kepada petani sayuran di Kecamatan Selupu Rejang, terutama di Desa Sumber Bening, Sumber Urip, dan beberapa desa lainnya di Kabupaten Kepahiang.
Dalam rangka mengenalkan pupuk buatannya itu, dia tidak meminta petani untuk membayar kontan atau mereka baru membayar setelah panen sayuran. Hal ini untuk membantu petani di tengah relatif mahalnya harga pupuk kimia sekaligus menggalakkan program pertanian organik.
Pembuatan pupuk kompos itu, lanjut dia, dilakukan oleh dua pekerja yang sebelumnya sudah mendapat pelatihan selama setahun di Kota Malang, Jawa Timur.
Ia menjelaskan bahwa bahan baku pembuatan kompos sayuran dan tanaman muda adalah kotoran ternak ayam dan kambing, sedangkan kompos tanaman padi terbuat dari kotoran sapi dan tinja yang dibeli dari pemilik mobil penyedot WC yang sudah dikristalkan dan dicampur dengan sampah rajangan sayuran plus tetes tebu.
Guna mempercepat pembuatan kompos, lanjut dia, dapat ditambahkan pengurai atau bioactivator sejenis larutan mikroorganisme lokal (MOL) yang dapat dibeli di toko pertanian atau dibuat dari air tapai singkong.
Tri menjelaskan bahwa campuran utama pupuk kompos berupa tetes tebu. Namun, masih didatangkan dari Mojokerto, Provinsi Jawa Timur.
*
Industri pupuk kompos Rejanglebong terkendala label produk
Kamis, 27 Juni 2013 8:02 WIB 1647