Pekanbaru (Antara Bengkulu) - Balai Besar Taman Nasional Tesso Nilo mengungkap keterlibatan dua oknum legislator di DPRD menguasai lahan untuk kebun kelapa sawit di kawasan konservasi di Provinsi Riau itu.
"Saya sudah lama meminta mereka supaya legowo untuk melepaskannya karena kalau sampai merambah ribuan hektar sama saja memperkaya diri sendiri," kata Kepala Balai Taman Nasional Tesso Nilo, Kupin Simbolon, kepada Antara di Pekanbaru, Rabu.
Tesso Nilo ditetapkan sebagai taman nasional melalui perubahan fungsi dari Hutan Produksi Terbatas seluas 83.068 hektar (ha) oleh Kementerian Kehutanan. Tahap pertama berdasarkan SK Menteri Kehutanan Nomor SK.255/Menhut-II/2004 seluas 38.576 ha. Tahap berikutnya berdasarkan SK Menteri Kehutanan Nomor:SK 663/Menhut-II/2009 seluas 44.492 ha.
Sebagian besar kawasan TN Tesso Nilo berada di Kabupaten Pelalawan dan sebagian kecil di Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau.
Kupin mengatakan oknum anggota dewan yang memiliki kebun kelapa sawit di taman nasional, satu diantaranya masih aktif di DPRD Kabupaten Pelalawan. Sedangkan, seorang oknum lagi aktif di DPRD Provinsi Riau.
"Klaim orang itu sudah lama punya lahan sebelum penetapan kawasan, tapi keterangannya masih miring, tidak bisa dipastikan kebenarannya," katanya.
Sedangkan, oknum anggota DPRD Provinsi Riau dikatakan Kupi mencaplok area yang dahulu hak pengusahaan hutan (HPH) PT Siak Raya Timber yang kemudian ditetapkan sebagai taman nasional.
"Keberadaan perambah membuat kami sulit melakukan pengembangan potensi pariwisata taman nasional," katanya.
Dampak bercokolnya para legislator menguasai kawasan tersebut membuat laju perambahan lain, baik yang dilakukan pemodal maupun warga biasa, makin bertambah menggerogoti Tesso Nilo. Implikasi negatifnya para perambah juga melakukan pengrusakan berupa pembakaran lahan.
Selain itu, konflik manusia dengan gajah Sumatera makin meningkat karena habitat satwa terus berkurang. Pada tahun 2012, sebanyak 15 gajah Sumatera ditemukan mati di Riau, dimana sebagian besar terjadi di Tesso Nilo akibat diracun.
Sedangkan, pada Juni 2013, sudah ada dua gajah yang ditemukan mati diracun di Tesso Nilo.
"Sekarang bukan lagi kita bisa saling menyalahkan, tapi harus ada niat bagi dan tindakan nyata untuk menyelamatkan hutan yang tersisa. Kami terus berupaya melakukan berbagai cara untuk menekan perambahan, tapi kami sadar upaya ini tak bisa dilakukan balai sendirian," ujarnya.
Humas WWF Program Riau, Syamsidar, mengatakan masalah perambahan Taman Nasional Tesso Nilo sangat kompleks dan sulit diurai tanpa ada tindakan komprehensif dari semua pihak.
Dari hasil investigasi WWF bersama Balai TN Tesso Nilo hingga 2011, dari total lahan perambahan 52.266,50 ha di TN Tesso Nilo, sekitar 36.353,50 ha sudah menjadi kebun kelapa sawit. Sedangkan, jumlah perambah hingga 2009 mencapai 1.613 kepala keluarga.
"Dalam pengecekan di lapangan, kami juga sudah mengendus kepemilikan kebun kelapa sawit oknum anggota DPRD. Luasnya diperkirakan sampai ratusan hektar," kata Syamsidar.
Upaya menghentikan kerusakan Tesso Nilo juga harus didukung oleh pelaku bisnis yang bisa menekan dari perilaku pasar. WWF meminta perusahaan kelapa sawit untuk tidak menampung hasil panen sawit yang telah mencaplok dan merusak Taman Nasional Tesso Nilo.
Berdasarkan investigasi WWF, dua perusahaan besar kelapa sawit, yakni PT Wilmar dan Asian Agri hingga kuartal akhir 2012 diindikasikan tidak dengan cermat menyaring masuknya Tandan Buah Segar (TBS) sehingga masuknya sawit yang ditanam dari taman nasional.
Padahal kedua perusahaan itu tercatat sebagai anggota RSPO (rountable on sustainable palm oil).
Ia mengatakan agar kedua perusahaan segera melakukan perbaikan manajemen untuk lebih selektif memilih TBS yang tidak merusak lingkungan.
"WWF menyambut baik aksi nyata yang dilakukan dua perusahaan tersebut sebagai anggota RSPO, keduanya wajib melakukan beberapa penanganan terhadap kondisi yang terjadi," katanya.
Ia mengharapkan dimasa mendatang kedua perusahaan tersebut dapat mengembangkan dan segera mengimplementasikan sistem penelusuran lacak balak (chain of custody) yang menyeluruh dan transparan, dari lokasi kebun sampai ke pabrik. (Antara)
Oknum DPRD kuasai sawit di Tesso Nilo
Rabu, 24 Juli 2013 14:27 WIB 1225