Denpasar (Antara Bengkulu) - Sebanyak sepuluh negara mengikuti pertemuan bertema "Megaflorestais the Architectur of Forest Governance in the 21 st Century" untuk membahas masalah kondisi hutan di masing-masing negara yang diselanggarakan di Nusa Dua, Bali.
"Pertemuan kegiatan ini diselanggarakan setiap tahun secara bergilir, tahun 2012 digelar di Meksiko dan tahun ini Indonesia sebagai tuan rumah," kata Direktur Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan Bambang Soepijanto di Nusa Bali, Senin.
Ia mengatakan kesepuluh negara tersebut antara lain China, Brasil, Peru, Meksiko, Amerika Serikat, Kongo dan Indonesia sebagai penyelenggaraan kegiatan tahun ini.
Masing-masing negara mempunyai permasalahan dalam melestarikan hutan lindung, hal itu dipicu karena kebutuhan konsumen akan kayu setiap tahun meningkat.
"Jadi kalau tidak ditangani dan diawasi secara ketat maka hutan pun akan terus berkurang karena pembalakan liar," ujar Bambang Soepijanto yang didampingi Kepala Dinas Kehutanan Bali IGN Wiranata.
Bambang Soepijanto lebih lanjut mengatakan penanganan hutan lindung di Indonesia sudah dilakukan secara maksimal, termasuk juga dalam perlindungannya ditetapkan dalam undang-undang.
"Indonesia sudah berupaya menangani pelestarian hutan lindung. Bahkan kita membuat hutan buatan, seperti hutan perkotaan. Tujuannya adalah pelesatarian kayu dan menjaga keseimbangan ekosistem lingkungan," katanya.
Dikatakan dalam pelestarian hutan adat yang saat ini sudah diperkuat melalui peraturan daerah di sejumlah provinsi di Indonesia dalam upaya menjaga kelestariannya.
"Saat ini sedikitnya ada delapan kabupaten dan provinsi yang telah memiliki perda terkait kehutanan. Walau demikian kita tidak pungkiri masih saja ada pembalakan liar di sejumlah daerah di Tanah Air," katanya.
Bambang Soepijanto lebih lanjut mengatakan mengenai pelestarian hutan adat yang saat dapat dijadikan contoh adalah di daerah Papua dan di Bali, yaitu di Desa Adat Tenganan Pangringsingan, Kabupaten Karangasem.
"Karena kuatnya adat dan kepercayaan, maka hutan adat itu sampai saat ini masih tetap lestari. Jangankan menebang pohon dalam hutan tersebut. Untuk memunggut buahnya saja harus sepengetahuan aparat adat setempat. Misalnya memunggut buah kemiri," katanya.
Bila semua masyarakat berpikir untuk melestarikan hutan, maka akan berdampak pada kehidupan dan lingkungan alam, sebab hutan yang rimbun akan dapat menghasilan oksigen yang sehat dan mampu menyerap karbondioksida.
"Jika hutan lindung tersebut lestari maka akan berpengaruh terhadap lingkungan, sebab keberadaan hutan mampu menyerap karbondioksida atau CO2," katanya. (Antara)
10 negara ikuti pertemuan kehutanan di Bali
Senin, 21 Oktober 2013 13:30 WIB 3775