"Malam ini perlu lebih waspada, sebaiknya jangan tidur dulu, karena sudah masuk (Jumat) Wage. Gunung Kelud beberapa kali meletus pada hari pasaran ke-4 Jawa itu," ucap Jamil (35).
Jamil adalah salah satu dari warga Perumahan Pondok Delta, Kelurahan Kaweron, Kecamatan Talun, Kabupaten Blitar, Jawa Timur, yang tinggal dalam radius 10-20 kilometer di selatan Gunung Kelud yang membicarakan kemungkinan erupsi pada Kamis (13/2) malam itu.
Warga membicarakannya baik sebelum maupun sesudah ada pengumuman peningkatan status Gunung Kelud dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), dari Siaga (Level III) yang baru ditetapkan Minggu (10/2), menjadi Awas (Level IV) pada Kamis (13/2) pukul 21.15 WIB.
Hanya beberapa menit, warga usai membicarakan perlunya mewaspadai kemungkinan Gunung Kelud meletus malam itu, masyarakat sudah dibuat berhamburan ke luar rumah melihat ke arah gunung itu, yang ternyata sudah berlangsung semburan lava pijar.
Imbauan untuk lebih mewaspadai aktivitas gunung dengan ketinggian 1.731 meter di atas permukaan laut (mdpl) itu juga menjadi perbincangan bapak-bapak di Perumahan Pondok Delta saat sebelum maupun sesudah kegiatan Yasinan pada Kamis malam itu.
Seperti disampaikan Nyoto (60), anggota kelompok Yasinan mingguan tersebut, dengan menekankan bahwa jika Kamis malam hingga Jumat (14/2) Gunung Kelud tidak meletus, maka aktivitas erupsi-nya bisa jadi tertunda lebih lama lagi.
Ny Marsiti (80), warga Kembangarum, Desa Wonorejo, Kecamatan Talun, wilayah selatan Gunung Kelud, mengakui gunung itu beberapa kali meletus pada pasaran Wage, di antaranya Rabu Wage pada letusan tahun 1967, Selasa Wage pada 1990 dan Jumat Wage yang baru berlangsung.
"Tahun 1946, saat saya masih berusia sekitar 12 tahun, terjadi pada Jumat Legi. Sepertinya Itu menjadi letusan terbesar, dengan banyak korban. Jumat Wage kemarin daerah sini aman," kata pensiunan janda Dinas Pertanian Kabupaten Blitar yang masih terlihat gesit pada usia tuanya itu.
Semburan lava pijar Gunung Kelud pada Kamis malam (Jumat Wage) itu, diselingi kepulan awan gelap dengan kilat petir ("tattit") berseliweran di atas langit, yang terlihat jelas dari kawasan selatan Kabupaten Blitar.
Aktivitas vulkanis itu terjadi di antara suara gemuruh yang beberapa kali diikuti bunyi gelegar dentuman erupsi Gunung Kelud. Hal itulah yang membuat warga segera berhamburan ke luar rumah dan mempersiapkan apa yang harus dilakukan sesuai kondisi yang ada.
"Gunung Kelud sudah meletus.... sudah meletus... meletus...!," demikian teriakan warga dari sana-sini, sebagian sambil memukul tiang listrik bertalu-talu sebagai pertanda ada bahaya.
Pengalaman warga yang lari tunggang langgang menghadapi letusan Gunung Kelud yang tiba-tiba menyusul kenaikan status dari Siaga menjadi Awas itu, juga diungkapkan Teguh Waluyo, warga Ngaringan, Kecamatan Gandusari, yang wilayahnya masuk radius 10-15 kilometer.
Demikian pula Sunarwandi penduduk Sukosewu, Kecamatan Gandusari, yang wilayahnya masuk radius 5-10 kilometer dari puncak Kelud. Warga dalam radius tersebut, wajib mengungsi, dengan mengikuti petunjuk jalur evakuasi ke penampungan di gedung-gedung sekolah, kantor desa dan masjid.
Hal itu dibenarkan oleh Kepala Dinas Sosial Kabupaten Blitar Izul Marom MSc, yang pada malam saat menjelang hingga terjadi letusan Gunung Kelud, sedang keliling wilayah batas "garis merah" di Gandusari.
Wilayah berbahaya dan warganya wajib mengungsi tersebut berbatasan dengan area perkebunan dalam radius kurang dari lima kilometer (-5) dari Gunung Kelud.
Kawasan -5km itu sejak beberapa hari sebelumnya sudah dikosongkan/disterilkan dari keberadaan hewan ternak, apalagi manusia para pekerja perkebunan dan para pencari rumput/penggembala ternak.
Malam itu, Izul Marom keliling daerah "garis merah" untuk mengecek upaya pengosongan warga di wilayah dalam radius hingga kurang dari 10 kilometer. Selain itu, ia ingin memastikan lokasi evakuasi/pengungsian sementara di gedung-gedung sekolah, kantor desa dan masjid, lengkap dengan petunjuk arahnya.
Warga dalam radius 5-10 kilometer, sudah mulai diungsikan sejak Kamis malam saat BNPB mengumumkan kenaikan status Gunung Kelud menjadi Awas.
Sementara radius kurang dari 5 kilometer (-5) yang umumnya berupa area perkebunan, seperti kebun teh dan kopi, sejak beberapa hari sebelumnya sudah disterilkan dari keberadaan warga dan ternak gembalaan.
Karena suhu udara di daerah "wajib steril" tersebut dalam beberapa hari itu mencapai 57 derajat Celcius, maka aneka ternak dan hewan yang berada dalam radius tersebut juga dengan sendirinya turun gunung ke selatan.
Ternak-ternak milik warga diungsikan terlebih dahulu ke daerah lebih selatan arah Wlingi, Talun, Garum dan Nglegok yang dinilai lebih aman dan udaranya tidak terlalu panas.
Namun di tengah proses evakuasi ternak maupun warga dalam radius 5-10 kilometer, tiba-tiba Gunung Kelud menyemburkan lava pijar.
Erupsi Gunung Kelud terjadi mulai sekitar pukul 22.50 WIB, namun kabar itu baru sampai pada warga beberapa menit kemudian, yakni pukul 22.54-22.59 WIB. Warga mendapat kabar tersebut melalui media televisi, radio, maupun pesan singkat telepon seluler.
Peristiwa erupsi yang terjadi hanya sekitar satu-setengah jam sejak Gunung Kelud dinaikkan statusnya menjadi Awas tersebut, membuat warga tunggang langgang, karena berbagai persiapan yang dilakukan umumnya belum rampung.
Selain proses evakuasi warga di daerah berbahaya belum rampung, masyarakat di wilayah tidak wajib mengungsi pun belum menyiapkan berbagai kebutuhan yang diperlukan.
Bagi warga yang tinggal dalam radius 5-10km, perbekalan yang harus dipersiapkan adalah pakaian seperlunya, aneka barang berharga termasuk ijazah dan sertifikat tanah. Selain itu mengemasi dan mengamankan aneka barang di rumah, termasuk menutup sumur, agar saat terjadi letusan tidak kotor/rusak.
Sementara bagi warga yang tinggal di daerah tidak wajib mengungsi, persiapannya lebih rumit lagi. Mereka tidak saja harus menyiapkan pakaian dan perbekalan seperlunya, sehingga siap angkat koper jika sewaktu-waktu daerahnya berada dalam bahaya dan harus mengungsi.
Jika tidak harus mengungsi, maka warga selain perlu mengemasi aneka barang di rumah, termasuk menutup sumur agar tidak kotor, juga harus memiliki persiapan bekal makanan, tandon air mengantisipasi jaringan distribusi PDAM terhenti atau mesin air mati karena listrik padam.
Untuk mengantisipasi kemungkinan listrik padam, warga juga perlu menyiapkan lampu penerang pengganti, termasuk lilin, terutama bagi keluarga yang masih memiliki balita dan anak-anak.
Berbagai keperluan yang seharusnya sudah dipersiapkan itu umumnya belum sempat dilakukan oleh warga, dan Gunung Kelud keburu erupsi pada malam saat memasuki Jumat Wage.
Bagi warga seputar Gunung Kelud di wilayah selatan, Kabupaten Blitar, bersyukur karena erupsi Gunung Kelud kali ini tidak terlalu banyak menimbulkan dampak, walau umumnya sempat terkena hujan kerikil.
Namun bagi warga di timur, utara, daerah Ngantang-Pujon Kabupaten Malang, dan utara, barat, wilayah Kediri, tidak hanya terkena tebaran kerikil, tetapi juga pasir dan abu dalam kondisi pekat.
Meski begitu, patut disyukuri erupsi "Si Wage" kali ini tidak banyak menelan korban jiwa, walau tebaran abunya meluas hingga hampir menyelimuti seluruh Pulau Jawa, termasuk Pulau Madura.
"Wage" yang bikin warga Kelud tunggang langgang
Rabu, 19 Februari 2014 11:20 WIB 2897