Bengkulu (Antara) - Mayoritas Anggota DPRD Provinsi Bengkulu sepakat menolak rencana pemisahan Rumah Sakit Jiwa dan Ketergantungan Obat (RSJKO) menjadi dua rumah sakit yang berbeda.
"Kalau pra rancangan peraturan daerah (Raperda) khusus mengatur RSJKO untuk memisahkan rumah sakit jiwa, dan membangun rumah sakit ketergantungan obat, usul pemisahan ini belum perlu dilanjutkan," kata juru bicara Fraksi Perjuangan Rakyat, Heliardo di Bengkulu, Kamis.
Dia mengatakan, dengan memisahkan rumah sakit jiwa dan rumah sakit ketergantungan obat (RSKO), maka Pemerintah Provinsi Bengkulu membutuhkan pembangunan infrastruktur baru untuk RSKO.
"Ini harus dikaji dampak keuangan daerah atas pemisahan itu, sedangkan APBD Provinsi Bengkulu terbatas, alangkah baiknya pemprov tetap menggunakan RSJKO namun dibenahi dengan mengupayakan kerjasama ke pusat guna menambah fasilitas termasuk bidang rehabilitasi ketergantungan obat," kata dia.
Hal senada juga disampaikan, oleh juru bicara Fraksi PAN, Intan Zoraya, pihaknya menilai RSJKO saat ini masih sangat layak, sehingga, masih mampu menampung pasien ketergantungan obat.
"Tidak perlu ada aturan baru untuk landasan pembangunan rumah sakit baru khusus ketergantungan obat, karena rumah sakit yang lama masih sangat layak," katanya.
Juru bicara Fraksi PKS, Siswadi juga mengatakan perda baru untuk pemisahan RSJKO Provinsi Bengkulu itu belum diperlukan.
"Kami menilai tidak perlu ada perda baru, cukup merevisi perda yang sudah ada untuk RSJKO," ucapnya.
Dukungan atas rencana raperda tersebut mengalir dari satu fraksi yakni Golkar, dukungan tersebut disebabkan karena RSJKO dinilai belum menjalankan fungsi rehabilitasi ketergantungan obat dengan baik.
"Sampai saat ini orang berpikiran RSJ itu adalah tempat orang gila, maka mereka yang direhabilitasi akibat ketergantungan obat tidak mau digabung dengan orang gila, selain itu RSJ juga mengekang dibanding dengan penjara," ujar juru bicara Fraksi Golkar Herry Alfian.