Pada perayaan Hari Harimau tahun ini sebanyak 20 mantan pemburu harimau sumatera di Sumatera Selatan dan Bengkulu mendeklarasikan diri berhenti berburu dan komit menjadi penjaga populasi harimau.
Deklarasi pernyataan dari mantan pemburu harimau tersebut tidak lepas dari kerja keras dari Yayasan Lingkar Inisiatif Indonesia yang terus melakukan pendekatan dan sosialisasi.
Dalam dua tahun terakhir, Lingkar Inisiatif Indonesia berhasil mengumpulkan mantan pemburu harimau sumatera berhenti dari aktivitas berburu.
Koordinator Lapangan Lingkar Inisiatif, Efyon Junaidi mengatakan melalui deklarasi mengubah ujung tombak konflik satwa menjadi penjaga harimau.
Alasan jadi pemburu
Efyon atau lebih dikenal Eeb menjelaskan beberapa penyebab masyarakat memilih menjadi seorang pemburu harimau seperti, pertanian yang tidak terlalu menghasilkan.
Khususnya di wilayah Musi Rawas Provinsi Sumatera Selatan yang rata-tata menjadi petani karet, kemudian faktor kemiskinan sehingga menjadi pemicu tindak kejahatan.
Selain itu, banyaknya isu atau informasi yang masih simpang siur tentang harga jual harimau yang tinggi menyebabkan pemburu termotivasi berburu.
Tidak ada alternatif lain selain ke hutan, maksudnya masyarakat setempat tidak memiliki keahlian menanam palawija seperti kentang, jagung, cabe dan lainnya.
Masyarakat di sekitar hutan juga tidak mengetahui adanya larangan berburu satwa yang dilindungi.
Mereka juga beranggapan bahwa harimau merupakan hama atau musuh yang mengganggu lahan miliknya, sehingga jika masuk atau tersesat langsung dibunuh.
Lalu, lunturnya nilai-nilai kearifan lokal tentang harimau yang merupakan leluhur atau nenek moyang yang harus dijaga keberadaannya.
Dengan beberapa alasan tersebut, masyarakat yang dekat dengan kawasan hutan lebih memilih jalan singkat mendapat uang dengan berburu.
Alasan berhenti
Alasan mereka yang berada di berbagai wilayah, seperti di Kabupaten Mukomuko dan Kabupaten Lebong, Bengkulu, lalu di Musi Rawas dan Musi Rawas Utara, Sumatera Selatan.
Salah satu mantan pemburu harimau, Datuk Mawi, mengatakan dirinya berhenti karena sadar harimau satwa yang dilindungi.
Selain itu, harimau memiliki peran penting dalam menjaga ekosistem di bumi sehingga dirinya berkomitmen untuk menjadi penyelamat Harimau.
"Saya siap membantu menyelamatkan Harimau Sumatera dan meminta para pemburu lain yang masih aktif untuk berhenti," ujarnya.
Sementara itu, Eeb menjelaskan berhenti disebabkan kesadaran diri. Saat berburu dibutuhkan banyak alat, seperti spirtus dan akomodasi. Satu jerat membutuhkan 10 meter sling di kali 40 ribu dan maksimal 20 jerat atau sling dan jika tak dapat harimau tidak balik modal.
Yayasan Lingkar Inisiatif Indonesia juga mengedukasi di bidang ekonomi, seperti mengelola hasil pertanian dan memanfaatkan madu hutan yang memiliki harga jual yang tinggi.
Yayasan Lingkar Inisiatif Indonesia juga mengedukasi di bidang ekonomi, seperti mengelola hasil pertanian dan memanfaatkan madu hutan yang memiliki harga jual yang tinggi.
Mengubah pola pikir masyarakat untuk mendapatkan uang selain berburu, menghidupkan kembali pola-pola kearifan dan mengingatkan kembali nilai-nilai harimau. Sebab harimau merupakan indikator kawasan hutan yang masih baik, jika tidak ada harimau maka hutan tersebut tidak baik.
Datuk Mawi juga diikutsertakan menjadi anggota tim patroli membersihkan jerat harimau di hutan.
Edukasi kepada masyarakat
Yayasan Lingkar Inisiatif Indonesia berupaya mengedukasi masyarakat di sekitar hutan agar tidak berburu harimau melalui pendekatan agama dengan mensosialisasikan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) No.4/2014 yang berbunyi "Melakukan perburuan dan atau perdagangan ilegal satwa langka hukumnya haram".
Pihaknya juga mengingatkan masyarakat yang berada di sekitar hutan tentang norma, harimau merupakan nenek moyang. Oleh karena itu pihaknya bekerjasama dengan MUI yang berada di Kabupaten Lebong dan Kabupaten Bengkulu Utara untuk memberikan ceramah agama.
"Berhasil atau tidak, kami tidak tahu, namun menurut MUI masyarakat tidak tahu bahwa berburu adalah haram dan antusias masyarakat tinggi," ucapnya.
Untuk faktor dan kegiatan yang paling utama dilakukan oleh yayasan Lingkar yaitu melakukan pendekatan manusiawi seperti secara rutin bertemu dan berbincang dengan para pemburu.
Kegiatan tersebut tidak hanya menyasar pemburu tapi juga mantan narapidana, sebab mantan narapidana kasus pemburuan memiliki kecenderungan untuk melakukan pemburuan kembali.
Salah satu mantan narapidana kasus berburu ilegal, yaitu Azwar Anas (40) yang berada di Kabupaten Mukomuko pernah divonis selama empat tahun atas kasus pemburuan Harimau pada 2016.
Tuntutan tersebut merupakan vonis tertinggi yang diberikan oleh pengadilan di Indonesia terhadap pemburu.
Melalui diskusi yang dilakukan secara rutin dengan para pemburu diketahui bahwa pendekatan secara hukum tidak memberikan efek jera.
Terancam punah
Yayasan Lingkar Inisiatif menyebutkan penyebab harimau sumatera terancam punah karena kawasan hutan yang berantakan dan telah bercampur dengan perkebunan perusahaan dan kebun masyarakat.
Dengan terbukanya hutan akibat adanya perambahan memiliki multi efek terhadap keberadaan harimau, seperti membuka jalan bagi pemburu merusak hutan.
Semakin banyak hutan terbuka dan diiringi dengan munculnya kelompok pemburu baru, dengan alasan awal membuka ladang dan berujung melakukan pemburuan.
Makanan harimau saat ini susah ditemukan karena lahan hutan yang semakin terbuka, kemudian pada 2019 hingga 2022 ada wabah African Swine Fever (ASF) yang menyerang babi hutan di Bengkulu sehingga ribuan babi mati.
Kemudian ditemukan penyakit di badan harimau, seperti yang terjadi di Bengkulu, diduga karena makanan yang dikonsumsi oleh harimau tersebut.
Eeb juga mengatakan bahwa penyebab hampir punahnya harimau karena minimnya pengawasan dari pemerintah terkait pengawasan hutan karena keterbatasan personil dan penegakkan hukum yang rendah, serta rata-rata vonis yang diberikan ringan sehingga tidak memberikan efek jera bagi pemburu.
Sosialisasi
Selain Yayasan Lingkar Inisiatif Indonesia yang mensosialisasikan pentingnya harimau sumatera terhadap ekosistem, Tiger Heart Bengkulu bersama Program Wildlife Conservation Society Indonesia (WCS-IP) dan Forum Harimau Kita mengadakan kegiatan sosialisasi di sekolah guna memperingati Hari Harimau Sedunia (Global Tiger Day) 2022.
Kegiatan tersebut dilakukan di beberapa sekolah di Kabupaten Seluma tepatnya di SDN 123 Seluma SDN 135 Desa Giri Nanto Kecamatan Ulu Talo Seluma, SDN 148 Desa Sekalak Kecamatan Seluma Utar dan SMP N 42 Satu Atap Desa Banyu Kencana Kecamatan Ulu Talo Seluma.
Koordinator Kegiatan Global Tiger Day 2022, Nur Rahma Deni di Bengkulu menjelaskan sekolah tersebut menjadi target karena berbatasan langsung dengan hutan lindung bukit barisan Sumatera.
Sosialisasi tersebut juga bertujuan agar anak-anak mengetahui pentingnya menjaga dan menyelamatkan harimau dengan pendekatan seni budaya, serta memberikan pengetahuan kawasan hutan dan habitat harimau yang semakin berkurang.
Rangkaian kegiatan itu dikemas dengan kegiatan drama teater, mendengarkan dongeng cerita harimau, mewarnai bersama, nonton film kartun harimau dan menyelesaikan kuis TTS tentang harimau.
Saat ini ancaman pada harimau di Bengkulu berupa perburuan liar, dan perdagangan bagian tubuh harimau, serta banyaknya jerat sling (tali) yang dipasang pemburu masih aktif.
Sementara itu Lali Utoyo dari WCS-IP menyebutkan bahwa lima tahun terakhir terjadi dua kasus harimau terkena jerat di Kabupaten Seluma dan tim penyelamat berhasil menemukan lebih dari 8 jerat sling aktif yang terpasang dan membahayakan populasi harimau.
Melalui hari Harimau Sedunia, masyarakat dapat berkontribusi dalam menjaga hutan dan menjadi momen untuk peningkatan populasi harimau dan mengurangi pemburuan harimau.
Semoga harimau sumatera tetap ada, bebas dan lestari di hutan Indonesia, sebab jika masyarakat dan pemerintah tidak ikut menjaga maka anak cucu hanya mendengar cerita bahwa dulu harimau sumatera pernah ada.*
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Dibalik 20 pemburu mendeklarasikan diri berhenti lakukan pemburuan