Jakarta (Antara) - Komisi Pemberantasan Korupsi menahan Wali Kota Palembang Romi Herton dan istrinya Masitoh seusai diperiksa sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi dan pemberian keterangan palsu menyangkut sengketa pilkada di Mahkamah Konstitusi.
"Saya kira tidak ada langkah hukum apa-apa, saya taat hukum, saya akan mengikuti proses," kata Romi seusai diperiksa KPK sekitar delapan jam di gedung KPK Jakarta, Kamis.
Romi keluar menggunakan rompi tahanan KPK berwarna oranye, namun ia menolak berkomentar mengenai materi pemeriksaannya. "Soal materi saya tidak akan berkomentar," ungkap Romi.
Terkait pemerintahan kota Palembang sendiri, Romi mengaku sudah ada aturan yang mengaturnya.
"Saya kira ada aturannya, kita ikuti aturan yang berlaku," ungkap Romi singkat.
Setelah Romi keluar dari gedung KPK pada sekitar pukul 17.40 WIB, berselang lima menit, istrinya Masitoh juga keluar dari gedung KPK dengan mengenakan rompi tahanan KPK.
Masitoh yang mengenakan jilbab biru hanya diam saja saat ditanya mengenai penahanannya tersebut.
Menurut Juru Bicara KPK Johan Budi, keduanya ditahan di tempat terpisah.
"Tersangka Wali Kota Palembang RH (Romi Herton) ditahan di rumah tahanan kelas 1 Jakarta Timur cabang KPK di Guntur, sedangkan istrinya M (Masitoh) ditahan di rumah tahanan kelas 1 Jakarta Timur cabang KPK di 'basement' gedung KPK," kata Johan.
Penahanan tersebut menurut Johan berlangsung selama 20 hari pertama.
Romi dan Masitoh dalam kasus ini disangkakan melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf a Undang-Undang No. 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 31 tahun 1999 jo pasal 64 ayat 1 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur tentang pemberian atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili dengan ancaman maksimal penjara 15 tahun dan denda paling banyak Rp750 juta.
Selain itu, Romi dan Masitoh yang juga bekerja sebagai pegawai negeri sipil di Pemerintah Kota Palembang juga diduga melanggar pasal 22 jo pasal 35 ayat 1 Undang-Undang No 20 tahun 2001 yaitu mengatur tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi yaitu setiap orang yang dengan sengaja tidak memberikan keterangan tidak benar dengan ancaman pidana penjara maksimal 12 tahun dan denda paling banyak Rp600 juta.
Dalam surat dakwaan mantan Ketua MK Akil Mochtar, disebutkan bahwa dalam sengketa pilkada kota Palembang, Akil menerima uang sebesar Rp19,87 miliar melalui Muhtar Ependy yang diberikan calon walikota Romi Herton yang mengajukan permohonan keberatan ke MK Romi Herton.
Uang tersebut ditransfer ke Akil ke rekening giro atas nama perusahaan milik istrinya CV Ratu Samagat yang diberikan secara bertahap melalui Masitoh.
Hasilnya adalah MK membatalkan hasil penghitungan suara Pilkada Kota Palembang 2013 sehingga Romi Herton dan Harjono Joyo memenangkan pilkada Palembang.
Akil sendiri sudah divonis bersalah menerima hadiah terkait pengurusan sengketa sejumlah pidana pada Senin (30/6). Ia divonis penjara seumur hidup, saat ini KPK sedang mengembangkan kasus kepada para pemberi suap kepada Akil.***1***